Langsung ke konten utama

Anak yang Dihasilkan Saya Bersama Tangan Saya

Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.

Ada Apa di Balikpapan?

Seperti di novel Let It Snow, saya pernah mengalami malam Natal yang berkesan.

Tanggal 24 Desember 2016 sekitar pukul 10:00 WIB, saya diantar adik saya naik sepeda motor ke Kantor Dishub Cilegon. Di sana saya menunggu bus Damri khusus bandara. Setiap satu jam sekali, dari pukul 03.00 s/d 19.00 WIB, ada bus yang berangkat. Rutenya Kantor Dinas Perhubungan Cilegon – Terminal Pakupatan Serang – Tol Jakarta-Merak – Tol Sedyatmo – Tol Bandara.

Informatif sekali, bukan?

Sampai bandara sekitar pukul 12.00 WIB, saya langsung cari makan. Pesawat saya berangkat pukul 18:20 WIB. Masih lama banget sih. Saya sengaja kasih spare time sebanyak mungkin karena saya fobia ketinggalan pesawat. Hmmm. Sebenarnya bukan fobia sih. Lebih ke perasaan nggak mau rugi. Tiket pesawat mahal banget. Asli. Semurah-murahnya tiket pesawat adalah semahal-mahalnya tiket nonton Tebo si anak genderuwo.

Setelah check-in, saya dapat boarding pass dan menunggu jadwal keberangkatan di gate. Saya menunggu sambil nonton film Green Miles lewat smartphone Vivo Y21. Film ini direkomedasikan oleh Rido Arbain yang sangat menyukai film bertema penjara. Karena filmnya seru, menunggu jadi tidak terasa menjemukan.

Begitu masuk pesawat, saya langsung mematikan segala perangkat elektronik dan buka novel Matahari karangan Tere Liye. Hmmm. Saya merasa de javu. Sebab tahun kemarin saya juga membaca novel Bulan Tere Liye di bandara. Mungkin novel-novel Tere Liye memang cocok dibaca ketika naik pesawat.

sumber: sini


Sewaktu di pesawat, ada anak kecil yang nangis karena pesawat tak kunjung terbang. Sekitar setengah jam, pesawat masih muter-muter di parkiran. Sepertinya pilot sedang mencari karcis parkir pesawatnya yang hilang. Nggak boleh terbang kalau belum nunjukin karcis parkir dan STNK pesawatnya.

Tangisan si bocah berhenti ketika pesawat mulai merangkak, menggapai angkasa dan menembus awan dan meraih bintang-bintang di langit. Saya lihat di kaca jendela pesawat, hari sudah gelap. Penerbangan kali ini ditemani gerimis manja.

Tujuan saya adalah Balikpapan. Bertemu dengan Siluman Capung alias Yoga C. Putra. Sebelumnya, saya sudah kirim DM ke Twitter @yogaesce:

“Tommorow lending yang di sana. Cikidaw cikidiw. Wonder Women puang bos andalangue.”

Eh bukan. Itu sih caption Ajudan Pribadi di Instagram.

Pokoknya, saya kirim DM ke Yoga, mengabarkan saya minta ketemu.

Mendarat di bandara Balikpapan, saya langsung mengabarkan Yogaesce. Lalu Yoga datang 15 menit kemudian. Saya ajak Yoga makan di KFC bandara. Di sana saya mengatakan maksud kedatangan saya yang sebenarnya.

“Saya mau ke Samarinda malam ini juga, Yog. Naik travel Kangaroo,” wacana saya.

Kangaroo adalah salah satu travel yang bisa mengantarkan saya dari Bandara Balikpapan ke Samarinda Kota. Begitu juga sebaliknya.

“Wah, jangan. Serem banget itu...” Yoga menakut-nakuti.

Saya diam.

“Bakal lewat Bukit Suharto,” lanjut Yoga.

sumber: sini

Konon, di Bukit Suharto sering muncul penampakan hantu yang sering mengganggu manusia. Daerah bukit itu dulu pernah dijadikan lokasi “romusha”. Kadang tampak orang memikul peti dan dikawal oleh tentara Jepang. Makhluk-makhluk tersebut dijuluki sebagai Hantu Romusha.

Saya geleng-geleng kepala membayangkannya.

“Mending nginap di rumahku aja,” tawar Yoga.

“Tapi saya harus malam ini juga berangkat ke Samarinda,” tekad saya. “Nanti saya tidur di bus aja."

“Nggak mau besok aja?” Yoga tampak khawatir.

Kemudian saya berjalan ke stand Kangaroo untuk booking tiket. Ketika saya mendekat, tukang jaga loket langsung kabur. “Maaf, kami sudah tutup.”

“Ya udah, ayo, nginep di rumah kamu.” Saya cengengesan, lalu lompat ke motor sport Yoga.

Sampai di rumah Yoga, saya dan Yoga ngobrol sampai semalam suntuk. Kami melewati malam Natal dengan membahas berbagai macam tema. Terutama tema pembahasan yang selalu diperbincangkan ketika bertemu blogger circle kami. Yang tahu tema tersebut, ketika membaca paragraf ini pasti langsung terserang refleks tawa. Saya dan Yoga saja sampai susah tidur gara-gara tema tabu tersebut. Rasanya sangat disayangkan melewatkan satu malam tanpa mengupasnya sampai tuntas. Uneg-uneg yang sudah terlalu lama dipendam sendiri akhirnya bisa tercurahkan. Kapan lagi ketemu teman ngobrol dari hati ke hati begini. Walaupun dipastikan tidak akan tuntas dibahas sekali duduk. "Asyik banget sih temanya."

Paginya, saya langsung disuguhi sarapan oleh Yoga. Saya merasa tidak enak karena sudah merepotkan. Entah bagaimana saya harus membalas kebaikan keluarga Yoga. Sudah dikasih tumpangan, dibolehkan menginap, diberi makan pula. Rasanya ingin saya masukkan nama keluarga Yoga di ucapan terima kasih di skripsi, tapi saya udah keburu diwisuda 2 tahun yang lalu. Mungkin nanti di tesis S2 atau disertasi S3. "Kalau ingat."

Setelah perut kenyang, hujan masih turun di luar sana. Ketika sarapan sudah turun ke perut, barulah hujan mereda. Lalu saya dibonceng Yoga menuju bandara.

Selama dibonceng Yoga, saya tidak banyak bicara. Karena saya memikirkan sesuatu, ada apa di Balikpapan ini? Kalau papan itu dibuka, apakah yang tersembunyi di baliknya? Apakah ada kucing mandi seperti di pantun itu?

Kucing kurus mandi di papan
Mandi di papan si kayu jati
Badan kurus bukan tak makan
Kurus karena bersusah hati

Di sepanjang perjalanan menuju bandara, yang saya lihat bibir pantai yang mengintip malu-malu. Tapi saya hanya bisa memandangnya. Belum waktunya untuk mengecup bibir pantai itu. Lagian kalau ngecup bibir pantai sembarangan, takut diantup bulu babi.

Sesampainya di bandara, saya langsung pesan kursi di stand Kangaroo. Ketika mobil Kangaroo tiba, kami berpisah. Di perjalanan, saya baru ingat. Saya lupa minta tanda-tangan di novel Matahari yang saya bawa.

Saya tersadarkan kalau di Balikpapan ada kembaran Tere Liye.
 
sumber: sini

Komentar

  1. Wakakakaakakakakakakaakakakaa.
    Jam 23.15 ngakak sekampret kampretnya karena tulisan yng nggak informatif ini.

    BalasHapus
  2. pembahasan di circle, dalam waktu setahunpun pembahasan itu takkan pernah habis dimakan tawa :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. btw, ini baru prolog, ada lanjutannya kan? berapa part lagi?

      Hapus
    2. Butuh 3 part untuk menceritakannya.

      Hapus
  3. "kalau ingat" nya itu sesuatu bangt yaaaaaah..
    Ngakak..
    :D

    BalasHapus
  4. Pesawat saya berangkat pukul 18:20 WIB. Masih lama banget sih.
    Punya pesawat bang, wah enak y
    Kalo gitu mah mw pergi kemana j bebas, pesawat pribadi
    Punya pesawat pribadi kok masih beli tiket j
    .
    Kenapa y hantu suka ganggu manusia

    BalasHapus
  5. Ditunggu lanjutannya pas di samarinda ngapain aja, bg. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terutama bagian pas ke Tenggarong, bang :)

      Hapus
    2. Terus ketemu siapa aja pas di sana, bang.

      Hapus
  6. sial. mirip. baru ini kutahu wajah tere liye... beliau sosok yang misterius.

    saat kau ke loket kangoro dan tutup, scene itu mengingatkanku akan episode sponbon yang tersesat di rock botom, seharusnya engkau meniru cara spongebob pulang,yaitu dengan naik balon.terimakasih.

    BalasHapus
  7. Hahahaha. Dikirain bakal ngasih tau ada apa aja di balik papan. Malah ngasih tau kalo Tere Liye punya kembaran. Cukup informatif.

    BalasHapus
  8. Tanpa disebut pelakunya udah tau itu siapa. "Seru ya pasti."

    BalasHapus
  9. ((kalau ingat)) ITU SIAPA YANG NGOMONG WOOOY. Hantu romusha?

    Eh tapi ujungnya tetep lewat bukit suharto itu ya? Apa jalannya emang cuma itu? Serem gak ris bukitnya?

    BalasHapus
  10. di bukit soeharto ada hantu ikhe-ikhe kimochi gak yaa

    BalasHapus
  11. ((kalau ingat))
    Sungguh malang nasibnya dimasukkan ke daftar terima kasih di thesis. Itupun ((kalau jadi)).

    BalasHapus

Posting Komentar