Langsung ke konten utama

Anak yang Dihasilkan Saya Bersama Tangan Saya

Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.

Supra X Girlfriend

Dulu saya pacaran naik angkot. Jemput pacar pun pakai angkot. Si doi berdiri di depan gang rumahnya, saya menghampiri dengan melambaikan tangan melalui pintu angkot sembari berseru, “Kiriiii!”

Untunglah, sopir angkotnya bukan penganut Palu Arit Phobia sehingga pas saya bilang kiri, nggak dicap komunis. Sang sopir hanya menepikan angkotnya sehingga pacar saya bisa lompat ke dalam angkot. Kata ‘kiri’ yang keluar dari mulut saya tidak membuat penumpang berkurang, malah nambah.

Tapi sejak sales motor Honda menyerang, saya nggak jemput pacar pakai angkot lagi. Akhirnya saya dibelikan motor oleh Bapak. Setelah sebelumnya saya berhasil mengendarai motor blio tanpa nabrak tembok kampus seperti hari pertama belajar mengemudi bersamanya.


Motor pertama saya adalah Supra X 125. Perpaduan warna hitam dan hijau kue talam. Dilengkapi dengan sticker One Heart di bodinya. Mengingatkan saya bahwa saya hanya punya satu hati dan sudah digunakan untuk mencintai satu gadis.

Motor ini dibeli kredit, DP dibayar orangtua, tapi cicilannya saya yang bayar dipotong gaji per bulan. Alasan orangtua berinisiatif membelikan saya motor bukan karena saya sudah kerja. Tapi malah biar saya tetap kerja. Waktu itu saya sempat bosan jadi pegawai dan berniat resign untuk mengejar cita-cita sebagai Raja Bajak Laut dan menemukan One Piece, tapi Bapak mencegah, “Kalau nggak kerja, siapa yang bayar cicilan setiap bulannya?”

Anju. Saya dijebak dengan sebuah motor kreditan. Mau tak mau, saya mengurungkan tekad untuk memulai berlayar dengan bendera bajak laut. Jalan ninja saya dihentikan oleh seonggok motor rakitan tahun 2013. Saya lalu kembali bekerja dengan semangat seadanya. Setidaknya sampai cicilan motor lunas.

Setelah menggunakan motor selama berbulan-bulan, saya merasakan enaknya. Yang dulu saya kesal dibelikan motor tanpa persetujuan saya, sekarang saya malah bersyukur punya orangtua pengertian. Sekarang saya bisa ke Indomaret tanpa harus jalan kaki. Bisa antar pacar ke stasiun (yang biasanya dia naik ojek, sekarang saya yang jadi ojeknya). Mau kencan nonton di bioskop, saya bisa langsung jemput di depan gang rumah pacar. Bagian jemput depan gang nggak bisa diubah walau saya sudah punya motor. Maklum, waktu itu kami backstreet. Orangtuanya nggak setuju dia pacaran dengan cowok keturunan Jawa.

Tapi setelah putus dengan saya, mantan pacar saya ini kembali pacaran dengan cowok Jawa. Saya merasa ditipu. Sebab pacar barunya bawa Yamaha Vixion. Jangan-jangan dulu orangtuanya nggak setuju karena saya bawa Supra.

Padahal apa kurangnya Supra? Walau banyak tukang ojek yang pakai Supra, bukan berarti saya ngojek juga. Ya, kecuali sehabis nganter, dikasih duit, saya nggak nolak. Tapi intinya Supra juga bagus. Iya, bagus! Ehm. Kayaknya.

Selama bawa motor Supra X ini saya nggak pernah ngeluarin banyak duit untuk ongkos perbengkelan. Paling banter ganti busi setiap tahun sekali. Selama empat tahun pemakaian, baru dua kali ganti aki.

Sewaktu ganti aki yang pertama, saya disalahkan oleh Bapak karena saya jarang memanaskan mesin motor di pagi hari sebelum berangkat kerja. Jangankan manasin motor, manasin diri sendiri aja susah. Setiap bangun tidur, seringnya saya kedinginan dan mencari kehangatan di balik selimut untuk tidur lagi. Menurut beliau, malas manasin motor adalah penyebab utama kenapa aki cepat tekor sehingga jarum di speedometer ngaco dan lampu depan remang-remang.

Selain nggak banyak jajan, Supra hemat bensin. Ngisi Pertamax full tank tak sampai 30 ribu rupiah, bisa kuat buat seminggu. Saya nggak perlu jadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk menekan anggaran BBM, cukup naik Supra. Karena iritnya itulah saya jadi cinta dengan Supra. Saya nggak pernah berniat ganti motor baru selama Supra masih super dan prima. Terserah mantan dan orangtuanya ngomong apa.

Tapi ada satu omongan teman yang sempat saya dengarkan mengenai Supra dan saya:

“Beli helm dong. Biar nggak kegedean helm. Lu jadi kayak pilot pesawat sukhoi.”

Sejak motor keluar dari dealer, saya memang pakai helm original bawaan pabrik yang warna hitam itu. Alasannya, karena saya sudah dapat helm dari sononya, kenapa harus beli? Alasan lain karena helm ini nggak bikin calon maling gelap mata atau mantan maling kambuh lagi. Saya yakin nggak bakal mengalami peristiwa helm dicolong yang dialami oleh teman saya yang hobi beli helm mahal. Kalau pun nanti amit-amit motor saya digondol maling, paling helmnya ditinggal. Lengkap dengan pesan di kertas:

“Helm pilot Sukhoi kenapa dipakai naik motor, Mas?”

Tapi setelah berkaca di spion, saya mengiyakan kalau helm Honda yang saya pakai ini bikin saya tampak seperti pilot Sukhoi.

“Untung, lo nggak pakai jaket Honda juga. Kalau iya, fix tukang ojek pengkolan genic,” ujar teman saya lagi.

Setelah beli helm baru, saya merasa lahir kembali. Saya naik Supra dengan penuh percaya diri. Sampai akhirnya saya dapat pengganti mantan. Dengan Supra ini juga saya jalan bersamanya kemana-mana.

Suatu hari, saya diajak naik bukit oleh temannya pacar yang juga teman saya alias mutual friend di Facebook. Waktu itu kami double date. Saya bonceng pacar naik Supra. Teman dan pacarnya naik Yamaha Byson. Sewaktu nanjak bukit, si Supra merengek, nggak kuat dan ngibarin bendera putih. Sampai akhirnya Supra mundur lagi dan saya cepat-cepat menyuruh pacar di boncengan untuk turun.

Selanjutnya, saya nanjak bukit bersama Supra dan minta bantuan tumpangan untuk pacar. Pacar saya pun di-pick up oleh teman saya yang bawa Byson. Sejak itu, saya merenung lama, apakah saya masih pantas mencintainya?

Pulangnya, saya membuat keputusan sulit. Saya nggak mau ganti motor, jadi saya berniat ganti pacar dengan alasan “Kamu terlalu berat buat aku dan motorku.” Saking cintanya saya dengan Supra.


NB: Tulisan ini pertama kali diterbitkan di website Mojok.

Komentar

  1. Menang banyak tuh si supra, sering dinaikin cewek

    BalasHapus
  2. "jare lek ra ninja, ra oleh dicinta" -ujar orang tua mantan bang haris.

    Eh tp jgn diganti bang, biar legend kayak jet cooled..

    BalasHapus
  3. OMG...
    Kasian amat pacar lu..
    #jadisedih

    Ternyata kamu bergini..

    BalasHapus
  4. Padahal Supra punya nilai sejarah yang tinggi. Ya kan, bang Nik? (nungguin Niki ke sini terus iyain pertanyaan ini.)

    Supra masih dipake nggak nih? Lumayan ya, motivasi buat kerjanya karena Supra. Hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo punya nilai sejarah
      Harusnya si supra ini ada di materi sejarah

      Hapus
    2. Kalo anak sekarang sering bilangnya supra ganas. Mwheheh~

      Hapus
  5. Hondda memang sudah teruji apalagi supra selain hemat bensin, dia pun lincah sehngga gamoang menikung, nikung pacar sahabat sendiri misalnya, joknyaa empuk memberikan kenyamanan, dan terbebas dari kancut dari penumpang, terima kasih.

    BalasHapus
  6. entah kenapa motor ini emang suka dibilang motor ojek. pada jahat anjer :')
    oh jadi ini alasan kenapa pacarannya LDR terus, bg? biar gak usah jemput2 pacar lagi?

    BalasHapus

Posting Komentar