Langsung ke konten utama

Anak yang Dihasilkan Saya Bersama Tangan Saya

Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.

Warisan Marvel Cinematic Universe

Kebetulan saya lahir ke bumi tanpa kekuatan super, maka saya menjadi manusia biasa. Seandainya saja saya lahir di Asgard dari keluarga raja Odin, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk Natalie Portman sebagai Jane, pacar LDR beda planet? Tidak.

Saya tidak bisa memilih dari dimensi mana saya akan lahir dan di galaksi mana saya akan tinggal setelah dilahirkan.

Kewarganegaraan Captain America warisan, kekayaan Tony Stark warisan, dan palu Thor juga warisan.

Untungnya, saya belum pernah bersitegang dengan Bruce Banner yang memiliki kekuatan super ketika marah, karena saya tahu bahwa Black Widow sudah memilih Hulk sebagai imam dan ayah dari calon anak-anaknya kelak. Tidak bisa ditikung lagi.

Setelah beberapa menit kita duduk di bioskop untuk menonton film produksi Marvel Studio, skenario menentukan siapa superhero jagoan kita, apa kekuatannya dan bagaimana trauma masa lalu yang dideritanya sebelum bangkit sebagai superhero. Setelah itu, para superhero membela kebenaran sampai penjahatnya mati. Superheronya tidak mungkin mati, nanti selesai franchise filmnya.

Sejak nonton Captain America: The First Avenger, saya didoktrin oleh Steve Rogers bahwa Amerika Serikat adalah satu-satunya negara yang benar. Saya mengasihani Hydra, sebab mereka pihak antagonis dan salah satu anak organisasi Nazi.

Ternyata, teman saya yang penggemar berat film produksi DC juga punya anggapan yang sama terhadap film favoritnya. Mereka mengasihani orang yang tidak mengamini trilogi The Dark Knight besutan Christoper Nolan sebagai film superhero terbaik, karena orang-orang ini akan mudah kagum dengan film Marvel yang ceria, penuh warna dan kekanak-kanakan, begitulah idealisme mereka berkata.

Maka, bayangkan jika kita tak henti menarik Spiderman agar berpindah dari Marvel untuk kembali ke DC, bayangkan jika masing-masing superhero dari DC dan Marvel saling beradu kekuatan super, padahal tak akan ada titik temu. Sebab beda universe. Yang satu Marvel Cinematic Universe, satunya lagi DC Extended Universe.

Sebelum disuntik kekar, Steve Rogers mengatakan, "Ada banyak orang yang mengorbankan nyawanya. Aku merasa punya hak untuk melakukan hal yang sama seperti mereka."

Salah satu karakteristik warga Amerika Serikat memang selalu mengklaim kehebatan negaranya. Mereka juga tidak butuh pengakuan dari negara lain, namanya saja "negara adidaya".

Manusia memang berhak menyampaikan spoiler, tapi jangan sesekali mencoba jadi Stan Lee sang kreator Marvel. Usah melabeli Steve Rogers sebagai agen ganda atau mata-mata Hydra sebab kita pun masih antek-antek Nazi. Kalau belum makan nazi, belum makan.

Latar belakang dari semua perselisihan adalah karena sekumpulan pasukan bersenjata yang memiliki salute, "Hail HYDRA!", diiringi kedua tangan mengepal ke atas.

Lantas, pertanyaan saya adalah kalau bukan Tom Holland, siapa lagi yang pantas menjadi Peter Parker? Bukankah Tobey Maguire sudah cukup tua sampai hari ini? Andrew Garfield, tidak perlu dibahas.

Tidak ada yang meragukan kekuatan Infinity Gems. Jika batu-batu itu terkumpul di Infinity Gauntlet milik T.H.A.N.O.S, dia bisa saja menjadikan superhero jagoan kita semua rata dengan tanah. Tamat. The end. Selesai.

Tapi tidak mungkin, kan? Masa jagoan kalah?

Apakah jika suatu negara dihuni oleh banyak superhero, hal itu akan menjamin kerukunan?

Tidak!

Apakah malah menimbulkan kekacauan?

Bisa jadi! Bisa jadi!

Perang?

Iya! Iya!

Nyatanya, Amerika Serikat masih rusuh juga padahal Avengers tinggal di sana. Sebab, jangan heran ketika sentimen tim Captain America vs. tim Iron Man masih bersisa, maka civil war akan berlanjut sampai infinity war.

Bayangkan juga seandainya masing-masing anggota X-Men menuntut agar punya film origins sendiri-sendiri seperti Wolverine. Maka, tinggal tunggu saja jadwal tayangnya.

Karena itulah yang dijadikan motivasi Ant-Man dalam melawan Yellowjacket bukanlah misi kepahlawanan, membela kebenaran, menumpas kejahatan atau mendapatkan ketenaran, melainkan pembuktian kepada anaknya bahwa dia bisa menjadi ayah yang hebat.

Dalam pandangan Deadpool, setiap mutan berhak memilih untuk menjadi superhero atau antihero, tapi tidak perlu menjadi superhero untuk mendapatkan cinta seseorang, karena dengan orang yang tepat justru akan mengeluarkan sisi superhero dalam diri kita.

Hanya karena merasa gelar akademiknya paling tinggi, Doctor Strange tidak berhak mengintervensi  Guardians of Galaxy yang terdiri dari manusia bumi, perempuan berkulit hijau, mantan pegulat WWE, siluman pohon dan rakun yang bisa berbicara.

Suatu hari di masa depan, kita akan menceritakan pada anak cucu kita betapa negara Wakanda nyaris tercerai-berai bukan karena meributkan warisan infinity gems, tapi karena keberanian T’Challa sebagai raja dan Black Panther sedang diuji.

Ketika Star Lord sudah pergi ke Planet Ego dan bertemu ayahnya, kita masih sibuk meributkan Iron-Man yang muncul melulu di poster film Spider-Man: Homecoming.

Kita tidak harus mengidolakan superhero yang sama, tapi marilah kita sama-sama menjadi superhero bagi orang-orang yang kita cintai.

Sumber: Google Image

Komentar

  1. Great! Kalimat terakhir okeoce dah bang

    BalasHapus
  2. gue baca ini sambil banyak mikir. soalnya nggak hapal sama para pemain filmnya. nama super heronya aja masih nggak paham, apalagi aktornya.
    bnyak pertanyaan yang muncul di kepala, kayak, 'loh si Hulk jadian sama Black Widow?' 'loh, kok AntMan malah nyerang anak UI. anak UI kan panggilannya yellow jacket' dan masih bnyak lagi
    spertinya harus nyicil untuk memahami perbedaan dari marvel dan dc. kyaknya bakalan seru

    BalasHapus
  3. Babgus. Bagusnya kenapa, apa, dan di mana tidak perlu dibahas.

    BalasHapus
  4. Nggak ngerti Marvel, tapi bagus kalimat terakhirnya. Maaf, yang saya tahu cuma Marvells, band Indonesia.

    BalasHapus
  5. ini di ulang-ulang jadi biasa aja dan enggak lucu ya.

    BalasHapus

Posting Komentar