Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.
Di SMP, saya sebangku dengan Radin. Saya tahu Radin suka dengan Andin, teman sekelas juga. Waktu itu saya iseng pakai nomor baru mengaku sebagai Andin dan kirim SMS ke Radin menanyakan PR yang dikumpulkan besok. Niat saya ngaku sebagai Andin biar dapat jawaban dari Radin. Soalnya kalau saya ngaku sebagai diri saya sendiri, Radin pasti nggak mau balas karena sayang pulsa. Sejak dapat SMS dari “Andin” jadi-jadian itu, Radin sering kirim SMS ke nomor saya dengan kata-kata halus dan lembut. Kalau tahu itu aslinya saya, mungkin Radin udah membatalkan puasanya karena muntah dengan sengaja. Bahkan beberapa kali, saya menerima SMS gombal dari Radin. Contoh: “Apakah kamu punya peta? Aku baru saja tersesat di matamu.” Muatamu. Saya balas dengan berkamuflase menjadi Andin: “Bisa aja kamu Din.” Sewaktu bulan puasa, Radin rajin kirim SMS pas jam sahur, mungkin niatnya sekalian bangunin sahur. Di sekolah, untungnya Radin pemalu dan sama sekali nggak membahas obrolan di SMS dengan An...