Langsung ke konten utama

Anak yang Dihasilkan Saya Bersama Tangan Saya

Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.

Negeri Ini Butuh Pemimpin yang Hobi Perawatan Rambut

Untuk menjadi pemimpin negeri, setiap warga negara harus nyalon terlebih dahulu. Nyalon di sini diartikan daftar ke KPU dan menjadi calon pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat secara demokratis. Namun, apabila nyalon di sini diartikan sebagai pergi ke salon, berarti negeri ini butuh pemimpin yang hobi perawatan rambut.

Ketika musim kampanye pilpres tahun lalu, tercetus nama Nurhadi - Aldo (Dildo). Entah kenapa pasangan fiktif ini disingkat Dildo. Padahal masih bisa pakai nama yang lebih sopan, misalnya Hadiah (Nurhadi - Aldo Hehehe). Namun, nama Dildo yang saru justru memikat banyak orang di media sosial.

Ditambah akronim program kerja Dildo yang kebanyakan berkonotasi negatif. Seperti ucapan-ucapan Dokter Boyke dan Naek L Tobing yang diadaptasi sebagai singkatan dari nama-nama rencana program kerja paslon.

Sepertinya orang-orang kekinian sukanya yang nakal-nakal seperti Dildo. Mungkin rakyat sudah bosan dengan personal branding yang heroik ala figur publik. Rakyat lebih suka mereka yang nggak berlagak baik di depan kamera.

Itulah kenapa sekarang bad influencer seperti Young Lex, Atta Halilintar, Awkarin, dan Kekeyi lebih terkenal daripada Mario Teguh. Padahal Om Mario kalau bersin bukan keluar ingus, tapi keluar kata mutiara: “Haaaaaachim sahabatku yang super, rajin bekerja pangkal sukses!”

Sementara Nurhadi – Aldo punya kata mutiara yang nyeleneh bin ngawur:

“Rajin bekerja hanyalah slogan yang diciptakan pemerintah saat ini agar kelas pekerja lebih giat memperkaya para investor.” #QuotesAldo

“Kalau Karl Marx memimpikan tatanan masyarakat tanpa kelas lalu dimana kita belajar.” #QuotesNurhadi

Padahal kalau politikus beneran yang bilang begitu, bakalan ramai kolom komentarnya oleh sanggahan warganet yang semangat mengoreksi:

“Maksudnya kelas di sini bukan bangunan di sekolah, tapi kelas di tatanan sosial. Misalnya, di kereta dan pesawat nggak ada kelas ekonomi, bisnis, atau eksekutif, semua penumpang dapat fasilitas yang sama. Nonton konser pun nggak ada tribun, festival, VIP atau VVIP, tapi merata; kena ujan satu, keujanan semua. Faskes di BPJS Kesehatan pun tanpa kelas, semua masyarakat dilayani sesuai kebutuhan.”

Nurhadi dan Aldo adalah masalah untuk solusi rakyat. Namun, jika rakyat senang, apa boleh buat?

Di saat netizen membanggakan Dildo, saya justru membayangkan Master Limbad yang jadi calon presiden. Wakilnya Haji Bolot.  Dinamakan Limbad – Bolot (Bad Boy).

Inilah yang dibutuhkan republik: kolaborasi pesulap dan pelawak. Pesulap yang bisa menyulap kondisi negeri ini menjadi lebih baik. Kalau tidak berhasil, ya setidaknya bisa bikin ketawa dan melupakan masalah.

Kalau Limbad jadi presiden, dijamin dia bakal jadi pemimpin yang tidak pernah ingkar janji. Sebab dia memang tidak pernah menjanjikan apa-apa. Ngomong aja kagak.

Limbad bisa tersohor seperti sekarang karena aksi-aksinya yang terkenal berbahaya. Limbad sudah pernah dilindas alat berat, jadi dia bisa kerja di bawah tekanan, baik secara kiasan maupun dalam arti kata yang sebenarnya.

Limbad juga pastinya rajin nyalon dan perawatan rambut. Bisa dibuktikan dengan rambutnya yang kuat. Saking kuatnya mampu menarik truk. Kalau ditata oleh hair stylist yang tepat, mungkin rambutnya juga bisa menarik investor ke Indonesia.

Perawatan rambut
Sumber: Kapanlagi.com

Sementara itu, Haji Bolot bakalan jadi pendamping yang mengimbangi Limbad. Jika presidennya lebih suka beraksi daripada bicara (umbar janji), maka Bolot jadi wapres yang mau mendengarkan aspirasi rakyat.

Ketika istana negara didatangi pendemo, Bolot tidak akan kabur. Yang ada disamperin sama dia dan buru-buru pasang kuping.

“Kenape pade ngumpul dimari? Ade ape sebenernye nih? Coba jelasin ke gue.” Bolot mempersilakan pendemo untuk unjuk rasa.

Pendemo pun membacakan tuntutan, lalu menunggu tanggapan sang wapres.

Bolot nyahut, “Kok diem-diem bae? Ditungguin dari tadi malah kagak ngomong-ngomong. Ya udah gue tinggal ngopi dulu. Kalau udah ada yang mau diomongin, kabarin gue lagi yak.”

Komentar

Posting Komentar