Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.
Di suatu siang, teman kerja saya yang bernama Rohan mendapatkan panggilan telepon dari nomor tak dikenal. Suara di seberang sana menyapa Rohan, “Sedang apa, Bro?” Baru terbangun dari tidur karena dering hape, Rohan menjawab setengah sadar, “Baru bangun tidur nih. Ini siapa ya?” “Ini gue! Masa nggak kenal dari suaranya?” ucap pria di seberang sana. “Siapa ya?” Rohan bingung. “Nomor gue nggak di-save di kontak?” tanya pria di seberang sana. “Iya, nggak ada namanya.” Rohan menjawab polos. “Tapi ini siapa ya?” “Masa udah lupa sama gue?! Padahal baru tadi ketemu.” Pria misterius itu mulai sok akrab. Dengan jebakan kalimat “Baru tadi ketemu”, Rohan masuk perangkap. Rohan pun mulai menyebut nama saya, “Ini Pak Haris ya?” “Iya!” Pria tanpa nama itu langsung menjual nama Haris. “Kenapa, Pak Haris?” Rohan mulai membukakan jalan kepada Haris Gadungan. “Ini nih, gue mau minta tolong. Gue baru aja kena tilang. Mau bayar denda tilang, tapi nggak ada saldo di rekening bank gue. Bisa pakai duit lo dul