Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.
Yang tahun lalu ngundang ke acara nikahan, sekarang ngundang ke acara akikahan. Akikah anak kedua. Wah, waktu cepat sekali berlalu ya. Satu-persatu teman di kontak WhatsApp berubah menjadi bayi. Dunia seperti dibajak oleh kaum balita. Kamu merasa sendirian. Tua dan lelah. Teman sekolah yang nggak ada kabarnya, tiba-tiba datang lagi. Kirain kangen aja, eh, selesai nostalgia, kasih undangan. Undangan akikah anak kedua. Kapan nikahnya nih? Kok tiba-tiba? Kamu merasa sendirian. Bosan dan kesepian. Kamu mencoba bersenang-senang dengan menjelajahi kota-kota. Menikmati hidup dengan bertualang dan melucu, lalu tertawa. Tapi ketika pulang ke rumah, kamu kembali disergap rasa yang sama. Kamu merasa sendirian. Stuck dan tersesat. Di umur hampir seperempat abad ini, kamu merindukan masa kecil. Sebab masa-masa itu sangat indah dan mudah. Karena saat itu kamu tidak perlu memusingkan cicilan rumah dan tabungan untuk modal nikah. Tidak perlu memandang seorang gadis dengan mesin pendetek...