Langsung ke konten utama

Anak yang Dihasilkan Saya Bersama Tangan Saya

Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.

Bang Roll: "Fifty Shades of Grey Versi Religi"

WOY!

Hari ini, saya kedatangan tamu seorang manusia yang sudah cukup umur. Dianya punya banyak alter-ego. Dia bisa jadi komikus, detektif, dokter cinta, abang-abang youtuber, om-om reviewer yang lebih sering spoiler, guru ngaji, bahkan pelatih Pokemon. Siapakah dia?

Yak, kita tampilkan saja!

Bang Roll!


 Bang Roll ketika masih jadi pesulap jalanan dari perahu ke perahu

Karena gak ada teman ngobrol, saya siaga di teras rumah menunggu orang lewat. Lalu lewatlah sesosok pria berpeci putih, pakai gamis dan berjenggot panjang kayak Peppy the Explorer. Sepertinya dia baru pulang beli es krim hula-hula rasa ketan item dari Indomaret.

Saya langsung begal dia dan saya ambil es krimnya. “Bang. Lagi sibuk, gak?” tanya saya kalem.

Dia geleng-geleng. “Gak. Lagi dianggurin Unik. Kamu lagi sibuk, Ris?”

Saya abaikan pertanyaan basa-basinya. Dan saya langsung masuk ke poin utama. “Ngobrol yuk,” ucap saya sembari membukakan pintu lebar-lebar.

Setelah dia masuk, saya ngomong, “Karena kita gak cantik, jadi kita ngobrol-ngobrol ngondek aja ya.”

“Abang macho, Ris.” Abang-Abang yang menamai dirinya sebagai Bang Roll itu memamerkan otot-otot di badan yang alakadarnya. “Tapi demi kamu, gak apalah. Abang ngalah.”

Akhirnya, Bang Roll mau ngondek juga.

“Bagus, Bang.” Saya menepuk pundaknya. “Gimana perasaan Abang bisa masuk ke rumah saya?”

Bang Roll menjawab sembari mengernyitkan hidung. “Biasa ajah. Agak dingin, berdebu. Di sini gelap. Muka kamu gelap, Ris.”

Ternyata saya lupa menyalakan lampu. Lalu saya ambil tongkat sihir dari saku seragam Hogwarts yang saya kenakan, seraya bergumam, “Lumos!” Cahaya pun menerangi ruang tamu. Bang Roll pun bisa menemukan jalan yang terang menuju pintu hidayah.

“Oke, Bang. Santai aja ya,” saya menenangkan Bang Roll yang ragu-ragu menceploskan bokong ke sofa. “Jangan takut. Gak ada Dementor di sini. Oh ya, mau minum apa? Adanya air putih doang sih.”

 “Aer kobokan ada?” tanya Bang Roll.

Saya kasih air infus jeruk nipis. Bang Roll buru-buru seruput suguhan itu dengan mata terpejam nikmat seperti Cita Citata minum kopi susu YA!.

 “Pertama-tama, Abang bisa kenalin diri kepada pemirsa? Ceritakan tentang masa lalu Abang, pengalaman-pengalaman terhebat dalam hidup Abang dan apa album Cucu Cahyati favorit Abang?” pinta saya.

“Madep sebelah mana nih? Kameranya dimana? Muka gue diblur gak? Jangan-jangan masuk acara Repotase Kriminal inih.” Bang Roll gelagapan. Maklum, dia pernah jadi pengedar sambel yang terbuat dari gincu emak-emak.

“Madep kiblat, Bang. Biar kita bisa berjalan menuju kebaikan,” jawab saya mengutip komik Fajar Sahrul.

Bang Roll mulai menghadap CCTV dan berkata, “Singkat saja. Abang masih ranum. Sebagaimana Abege-abege kebanyakan.”

Keringat segede biji sawi menetes dari jidat saya.

“Pengalaman terhebat. Banyak sih. Salah satunya pernah jadi Juara Harapan Tiga. Lomba ngegambar di Majalah Bobo. Waktu itu abang masih TK. Seinget abang dulu abang gambar Miki Mouse. Hadiahnya action figure X-Men,” tutur Bang Roll.

“Sayangnya, begitu hadiahnya nyampe ke rumah, eh, Abang sekeluarga udah pindah rumah.” Bang Roll menunjuk dadanya. “Kan nyesek.”

“Wah, masa kecil Abang berwarna ya.” Saya manggut-manggut. Lalu saya melompat ke pertanyaan selanjutnya. “Awal saya kenal Abang, Abang pakai nickname Rollie Si Jangkrik Ceroboh. Benar? Itu terinspirasi Adhit Si Kambing Jantan ya?”

“Bukan,” elak Bang Roll. “Yang benar Warkop DKI. Saat Kasino ngancem bosnya, dia kasih kode: jangkrik, bos!”

“Walah! Itu favorite scene saya juga tuh.” Saya ngakak mengingat film itu. Apalagi adegan mobil Dono masuk sungai gara-gara ngerayu cewek berambut tengkuk singa.

“Kalo ceroboh, emang personiliti Abang dari dulu. Abang mengidap anoreksia,” lanjut Bang Roll. “Kamu tau apa itu anoreksia?”

“Siapanya anoa tuh?” Saya geleng-geleng. “Saya taunya Anohana.”

Bang Roll menggeram, “ANOREKSIA...”

DEG!

Bang Roll memaparkan apa yang dimaksud anoreksia. “Penyakit susah bedain mana yang kanan, mana yang kiri di saat yang bersamaan. Tapi beragam sih jenis anoreksia itu. Misal. Ada yang ngasih nama tangan kanannya ‘Grey’ dan tangan kirinya ‘Yayuk’ biar gak ketuker pas ngebedainnya.”

“Eh, saya juga gak bisa bedain mana kanan, mana kiri.” Saya tercekat.

“Sebenernya itu bisa kamu pake jadi alibi. Pas kamu salah masuk toilet cewek.” Bang Roll memicingkan mata licik.

“Serius. Saya buta arah.” Saya menampilkan wajah pias.

“Kamu buta arah? Kenapa?” Bang Roll prihatin. “Abang juga susah bedain mana lintang utara, mana barat daya, mana timur laut.”

“Gak tau, Bang. Saya kalau bonceng temen, terus temen bilang ‘Belok kanan! Belok kanan!’ Saya bakal belok kiri,” aku saya. “Begitu sebaliknya.” Dari sini, saya gak bisa bedain antara buta arah sama kurang cerdas.

Bang Roll girang, “Ih. Kok sama, Ris. Berarti kita jodoh!”

Saya melengos.

“Nah itu yang Abang bilang. Kadang ceroboh di saat yang menentukan! Kayak pas di tikungan gitu,” ucap Bang Roll mengingat ketelodorannya yang membuat dia dan kawannya nyasar ke Rangkasbitung karena salah belok.

 “Wah, susah juga ya idup orang-orang seperti kita.” Saya menghela nafas.

“Iya. Tapi mungkin bisa kamu coba ngasih nama tangan kamu kayak tadi itu. Kanan ‘Grey’, kiri ‘Yayuk’,” saran Bang Roll.

“Begitu, ya, Bang.” Keringat segede biji duren menetes dari jidat saya.

Saya banting setir, ganti topik. “Saya perhatikan Bang Roll bisa jadi Detektif, Dokter, Abang-Abang Youtuber, Om-Om Reviewer. Terakhir ngakunya Penggembala Pokemon. Sebenernya mau Abang apa sih?”

“Simpel ajah. Abang pengen menghibur. Passion Abang entertainer. Seneng ajah kalo tau di belahan dunia lain sama ada yang ngikik liat ulah kita,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca. “Sebenernya sih abang multi talenta. Bakat bawaan lahir.”

“Iya juga sih. Saya juga begitu. Seneng kalau bikin ngikik orang lain. Apalagi kalau orang itu adalah mantan yang pengen kita ajak balikan ya.” Mata saya menjadi berembun.

“Apalagi mantannya ngangenin yah, Ris? Eh..” Bang Roll mendadak sendu.

Lalu kami berdua menerawang, mengenang jasa-jasa para mantan.

Sebelum terlalu dalam terperosok dalam kubangan kenangan, saya buru-buru ganti topik lagi. “Oh ya, Bang. Menurut Abang, Pokemon lebih kuat daripada Digimon? Saya sebagai anak terpilih, menantang Abang untuk ngadu monster kita.”

Bang Roll menjawab, “Ya jelas Pokemon. Digimon itu gak ada!”

Bang Roll salah mengira. Jelas-jelas Digimon itu ada dan nyata. Saya juga pelihara kok. Saya keluarkan Digimon dari digivice milik saya, yaitu Agumon. Monster yang bisa menyemburkan api. Bang Roll sigap mengambil pocket monster dan mengeluarkan Togepi, sejenis monster mini berbentuk telor hidup.

Agumon dan Togepi berkelahi. Agumon nyemburin api ke Togepi. Togepi pun mateng jadi telor dadar.

Saya geleng-geleng kepala. Jelas, itu hanya terjadi dalam imajinasi saya.

“Kita bahas film aja deh ya.” Saya ganti topik lagi. “Menurut Abang, film yang wajib ditonton oleh anak muda itu apa sih?”

Bang Roll menjawab, “Di usia abang yang udah pernah menginjak kepala 21. Abang rekomendasikan pilem pilem yang endingnya twist. Horor. Kalo bisa jangan pilem Suzanna. Udah ketebak jagoannya siapa. Tapi abang paling suka pilem bergenre misteri dan muter otak. Kayak ‘Kokuhaku’ alias Confession. Seriusan. Coba nonton deh.”

Saya berniat menonton filmnya. Karena film yang direkomendasikan Bang Roll gak pernah mengecewakan.

Tapi Bang Roll  mulai mengeluarkan tabiat buruknya. “Ada seorang ibu guru, yang anaknya mati dibunuh. Eh, gak taunya dibunuh sama salah dua orang muridnya. Lalu ibu guru itu akhirnya bales dendam, nyuntikin darah HIV Aids ke susu yang dibagikan ke muridnya.”

Saya langsung menutup kuping rapat-rapat. Saya tau apa yang akan dilakukan Bang Roll. Sangat tidak berakhlak.

“Terus...” Bang Roll terkekeh mengerikan sebelum lanjut membocorkan ceritanya.

“Kebiasaan! Kalau rekomendasikan film, sepaket sama spoilernya. Itu perbuatan tercela, Bang. Bertobatlah.” Saya membacakan ayat suci ke dekat telinganya. “Tobat!”

“Astagfirulloh..” Bang Roll bersimpuh, menyesali perbuatannya yang tergolong amoral. “Abang khilaf, Hayati...”

Saya mengulum senyum kemenangan. Haha. Nice!

Bang Roll melanjutkan, “Ya udah. ‘Fight Club’, Ris. Ada satu orang yang bosan hidup. Terus ketemu tukang sabun. Akhirnya mereka bikin klub kelahi. Ujung-ujungnya jadi teroris.”

Saya mangap.

“Tau gak endingnya apa?” Bang Roll kembali terkekeh mengerikan sembari mengusap-usap tangan ala penjahat licik.

“Gak tau, Bang. Tapi, tolong jangan spoiler. Tolong, jangan katakan!” Saya kembali menutup telinga.

“Ternyata....” Bang Roll berhenti sejenak untuk efek dramatis. “Orang yang bosen hidup itu sama si tukang sabun adalah satu orang. Cuman kepribadian ganda!”

“Aaaaaakkk!” Saya jatuh lemas dengan kuping pengang.

Bang Roll buru-buru menutup mulutnya. “Duh. Keceplosan. Maafkan Abang, Hayati..”

Saya melengos. “Oke, bang. Kita ganti topik lagi ya. Dijah Yellow. Kira-kira kenapa Kak Dijah pamer beha di Instagram?”

Bang Roll garuk-garuk kepala Barbie. “Duh. Pertanyaan yang sulit. Ini kalo ke luar di UNAS, bisa-bisa gak ada yang lulus.”

“Ada pilihan gandanya kok Bang. Coret aja yang sekiranya benar,” kata saya cuek.

“Baiklah. Akan abang jawab sebisanya...” Bang Roll akhirnya berani komentar. “Masalah beha, Kakak Dijah Yellow kayaknya punya passion tersendiri deh sama daleman. Liat aja. Pas dia mamerin beha, mukanya sumringah. Bahagia. Banget. Seakan nunjukin ke dunia. ‘Lihatlah wahai manusia. Dengan beha ini aku akan menguasai dunia!’ Sampe nanti kamu bangun, Ris. Tau-tau dalam pangkuan Kakak Dijah. Sambil membelai kamu, dia bilang, ‘Haha nice!’.”

“Serem.” Saya bergidik ngeri.  “Bang, saya takut. Ngobrolin yang lain ya.” Saya kembali putar otak. “Bang, setelah nonton Interstellar, saya kepikiran kalau di alam semesta ini ada planet seperti bumi. Dan di planet itu ada jodoh saya. Abang pernah kepikiran begitu gak?”

Bang Roll tidak menggubris curahan hati saya yang rindu akan cinta seorang gadis. “Tanya masalah musik dong, Ris.” Bang Roll mulai mendominasi obrolan.

Kan.

“Gini-gini dulu abang pernah punya band,” kenang Bang Roll.

Belum ditanya udah nyerocos duluan nih orang.

“Ya walopun keburu bubar sebelum manggung. Bahkan ngerental studio band bareng pun, belom kesampean. Ada yang sibuk, ada yang sakit. Macem macem alesannya,” beber Bang Roll.

“Boleh deh. Abang suka musik apa?” Terlanjur bahas musik, saya tanya sekalian. “Album Cucu Cahyati punya yang mana?”

Bang Roll jawab dengan penuh arogansi, “Abang #NoDangdut. Sukanya Coldplay. Musiknya asik. Yang paling penting liriknya mabrooo... pake english! Kan keliatan keren aja.”

 “Jadi Abang suka Coldplay.” Saya manggut-manggut. “Bisa diceritakan bagaimana terbentuknya Kerajaan Kutai?”

 Bang Roll diam lama sekali. Sekalinya bersuara, dia minta, “Ris, gantian nanya dong. Boleh?”

“Boleh, Bang.” Saya pasrah. Pertanyaan saya gak digubris lagi. “Mau nanya apa?”

Bang Roll bertanya, “Siapa suami Bunda Dorce sebelum cerai dulu?”

“Bang...” Saya speechless.

Bang Roll tersenyum penuh kemenangan.

Terpaksa, saya ganti topik lagi. “Menurut Abang, apa hal yang mustahil terjadi selain film Fifty Shades of Grey diputar di MNC Muslim?”

Bang Roll mikir bentar. “Emm... Apa yah? Mungkin mustahil kalo Fifty Shades-nya dibikin versi religi, Ris.”

“Kalau versi religi, Grey sama Anna tadarusan bareng,” celetuk saya. Yang ada di benak saya malah bukan Anastasia Steele, melainkan Anna Althafunnisa KCB.

Bang Roll geleng-geleng. “Gak kebayang. Adegan dicambuk di ranjangnya diganti dicambuk di alam kubur. Hi!”

“Serem, Bang.” Saya ngeri, tapi ikut membayangkan. “Terus Anna dirantainya bukan pakai rantai biasa, tapi pakai rantai penyesalan akan dosa-dosa yang telah dilakukan.”

“Saya jadi inget sama komik yang saya baca waktu SD. Komik Siksa Neraka. Beuh.” Gara-gara ngomongin azab kubur, topik obrolan jadi melebar.

Kali ini Bang Roll yang bergidik. “Njir. Yang harganya gopekan.”

“Abang pernah baca juga? Kalau Komik Siksa Neraka, dibikin versi animenya seru kali ya. Bayangin, Naruto dipatok ular raksasa, eh, bisa dilawan pakai Kyubi,” cetus saya.

Bang Roll geleng-geleng lagi. “Gak bisa bayangin. Penghuni neraka di-kamekameha dari delapan penjuru mata angin.”

Saya merenung. Dosa apa yang penghuni neraka ini lakukan ketika masih hidup di dunia, sampai disiksa sedemikian gila? Di-kamekameha dari delapan penjuru mata angin. Sakitnya tuh di mana-mana. Hiii!

“Gareng sama Petruk cerita horor juga ada. Ha!” Bang Roll menyebutkan judul komik Indonesia yang tenar di masanya.

 “Gareng sama Petruk. Yang paling quotable kalimat ini, ‘Petruk mengeluarkan jurus langkah seribu.’ Itu menandakan Gareng dikejar-kejar setan,” ungkap saya.

Bang Roll menambahkan, “Yang memorable itu pasti setannya nyamar jadi cewek bohay!”

Saya manggut-manggut ingat. “Malam-malam ceweknya dianter pulang, pas siang-siang balik ke rumah si cewek, eh, udah jadi kuburan aja.”

 “Eh. Suka beli TTS juga? Kok gambarnya kebanyakan cewek-cewek gituh?” Bang Roll loncat ke topik setema yang tenar kala itu.

“Suka kok. Itu kan novel Kak Dijah terinspirasi dari cover TTS. Kata temen saya, Edotz, di blognya,” jawab saya.

Bang Roll mengenang, “Dulu tuh. Kalo sampul TTS biasanya mukanya dicorat-coret. Giginya diitemin. Dikumisin. Keteknya dihiasin bulu-bulu. True?”

“Iya. Percuma aja sih fotonya cewek-cewek cantik. Kalau di tangan saya, foto cewek itu saya coret-coret. Tambahin jenggot, kumis tipis sama mata bajak laut. Kadang kalau ceweknya nyengir mamerin gigi, saya itemin giginya. Jadinya malah kayak tuts piano.” Saya ngakak teringat hobi masa kecil.

Bang Roll berseru, “Tuh! Kan!”

“Iya, Bang. Kita sama! Tos lah!” Lalu kami berdua high five. “Oh ya, kembali ke komik. Abang kan dulu pernah bikin komik tuh. Bisa diceritakan tentang hobi lama Abang yang ini?”

“Komik. Oh iya. Gini, gini, abang seorang komikus. Lebih tepatnya residivis komikus kambuhan. Motivasi jadi komikus, sepele sih, cuman pengen nunjukin ke orang-orang yang abang cintai, kalo abang itu bisa gambar, suka ngegampar, eh ngegambar. Nah itu!” seru Bang Roll.

 “Begitu doang?” Saya ngelap ingus. “Kita ganti topik lagi yuk. Blog aja blog. Nah, saya perhatikan Abang sering ngisi blog Unik dengan cerber Papi Pokemon.”

DEG! Bang Roll mematung lama sekali.

 “Bisa diceritakan apa maksud dan tujuannya?” tanya saya polos.

Akhirnya, Bang Roll buka suara. “Potensi abang itu kan gede. Abang yakin kok semua manusia itu punya potensi masing-masing. Cuman, kadang kita terlalu asyik sama dunia kita sendiri. Sampe gak tau motivasi kita, ngelakuin untuk apa. Untuk siapa. Kenapa.” Bong Roll asyik sendiri ngomong ngalor-ngidol.

Mungkin efek air infus jeruk nipis yang dioplos air basuhan kaki backpacker mulai bereaksi ke sel-sel otak Bang Roll.

 “Bisa ke intinya, Bang?” Sekali lagi, keringat segede biji bunga matahari menetes dari dahi saya.

Bang Roll terus nyerocos. “Nah. Dalam berkarya, apapun itu bentuknya. Musik kek. Komik kek. Nulis kek… Duh. Jadi ngebleng. Intinya: Kita harus punya keyakinan yang lurus! Udah.”

“Lah kok udah?” Saya melongo.

Lalu Bang Roll ngibrit karena udah dipanggil Unik suruh gotong galon ke dispenser. Akhir obrolan ini pun jadi kurang klimaks.

***

Ya sudah, dikarenakan Bang Roll sudah mulai lelah. Kita tutup acaranya. Pelajaran yang bisa kita petik dari obrolan kali ini: Kerajaan Kutai berdiri jauh sebelum Bunda Dorce cerai. Sekian dari saya, Haris Firmansyah.

Komentar

  1. Interupsi, Pak!

    Duh, harusnya abang siap siap tadi malem. Biar gak kagok literasinya ih. Ish.. kamu Haris nakal yah, sentil nih~~

    Eh.. koreksi.
    Itu pelem "Club Fight" yang maen Brad Pitt. Doi jadi Tyler Durden, Tukang sabun woy! Bukan Tukang Sabung... *SIGH*

    Kalo mau liat "Fifty Shades Bangroll" versi investigasi, monggo ke mari:
    http://thejourneyofpurple.blogspot.in/2015/03/fifty-shades-of-bangroll.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya kira tukang sabun itu salah ketik dari tukang sabung. Haha.

      Hapus
  2. Oh iyah. Patengin juga blog ini: http://nuniekkr.blogspot.in

    Di Cerber (Cerita Bersambung) Keluarga Masa Gini Papi Pokemon & Mami Hayday ada versi dark sidenya Haris.

    Sekian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ehe, maaf, enakan cerbung kayaknya ketimbang cerber. Cerber bisa aja cerita bergambar (seharusnya cergam) mehehe, misi :D

      Hapus
  3. Anuuuu....kalo ANOREKSIA itu gak bisa bedain kanan dan kiri, kalo DISLEKSIA apa dong? -_-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Disleksia gak bisa baca huruf latin kan? Huruf latin jadi beterbangan di mata dan membentuk huruf Yunani Kuno. Referensi: Percy Jackson.

      Hapus
    2. Japri aja deh kakak...wkwkw

      Hapus
  4. Ris, ganti Ris. Yang bener DISLEKSIA. Entar kita dianggap Pria-pria lemah yg mengidap ANOREKSI. Abang gak bisa terima itu! Gak mau!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biar. Biarkan orang tau kalau Anoreksi itu sama dengan buta arah.

      Hapus
    2. Baru tahu deh kak...

      Tahunya ANOREKSIA.... yang itu...

      Hapus
  5. Hah, ga nyangka aku mw follow blog ini. Pasti karna Allah telah membukakan hatiku :'(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pintu hidayah terbuka lebar untuk mereka yang menempuh jalan kebaikan.

      Hapus
    2. Saya berjalan kemari ga bareng Hidayah, sendirian aja. Soalnya pintu hati saya terketuk lihat follower km cm brp biji... :-( smg makin laris lapaknya!

      Hapus
    3. Aamiin. Makasih doanya, Kak. Bantu share ya Kak.

      Hapus
  6. percakapan macam apa iniii isinya kampret sekali hahahaha

    BalasHapus
  7. percakapan macam apa iniii isinya kampret sekali hahahaha

    BalasHapus
  8. Njir... di atas gue anak samarinda juga~

    BalasHapus
  9. Ga kebayang kalo ada 50 Shades of Grey versi religi. Hahaha. Bagus sih, lebih romantis. eh*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya romantis kayak kamu sama Hadi. Ngakak. :D

      Hapus
  10. HAHAHAHA.... YA AMPUN! Cerita pokemonnya seru banget! Apalagi, kalau telur dadarnya dibuang ke penonton #Mulai Lapar

    BalasHapus
  11. Ya salam. Masih belom diganti, Tong?

    BalasHapus

Posting Komentar