Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.
Namaku Sherina. Aku adalah seorang gadis cilik yang cerdas,
enerjik, rajin bersedekah dan senang mengaji. Jika diibaratkan handphone, aku
Esia Hidayah.
Suatu hari, aku memanjat pohon untuk memberikan makan kepada
anak burung. Setelah diberi makan, burung itu bicara, "Makasih berat ya,
Neng."
Burung beo memang unggas terpintar.
Ketika turun, aku disambut teman-temanku yang minta telor
burung. Pak RT yang punya pohon pun turut mengerubungiku. Kata Pak RT, aku
berbakat panjat-memanjat. Besok agustusan, aku mau didaftarkan jadi peserta
lomba panjat pinang bersama pemuda-pemuda kampung lainnya. Sebagai latihan dan
demi kesejahteraan bersama, Pak RT menyuruhku panjat genteng untuk membetulkan
antena rumahnya yang mengsol.
Selesai mengerjakan proyek dari Pak RT, aku diberi imbalan
permen chacha setoples. Saking girangnya dikasih upah, aku mengajak teman-teman
untuk menyanyi dan menari bersama di stasiun kereta. Kami sempat merekam aksi
kami tersebut pakai aplikasi Smule.
Setelah handphone low bat, kami berpisah dan segera pulang ke
rumah masing-masing untuk nge-charge. Sesampainya di rumah, aku disambut ibuku.
“Aduh, anak ibu kecut sekali sih!” keluh Ibu ketika kucium
pipinya.
“Biar kecut, asal bukan cecurut,” sahutku sambil lari
kegirangan karena Ayah sudah pulang membawa kabar gembira.
“Kabar gembiranya apa sih, Yah?” tagihku setelah digendong
Ayah berputar-putar sampai dengkulku kepentok piano.
Sumber: Wikipedia.com |
“Aduh, ini apa-apaan sih? Masa koyo cabe ditempel di tangan,
di dengkul, di jidat, di tembolok? Nih biar Ayah copot!” seru Ayah berusaha
mengalihkan perhatian. Beliau mulai mencopoti koyo cabe di badanku yang seperti
jagoan ini.
“Aduuuh!” Aku kepedesan karena bulu betisku ikut kecabut.
“Aku ini habis bekerja keras, Yah. Sampai aku encok, pegal linu dan nyeri otot.
Jadi, aku pakai koyo cabe deh. Biar serasa ada yang mijitin.”
“Mana Ayah tahu? Kamu sih hobinya nempelin koyo cabe di
badan. Coba punya hobi itu yang bermanfaat dan menghasilkan duit gitu lho,”
protes Ayah. “Nempelin apa kek. Perangko, materai 6000, apalah.”
Mengikuti saran Ayah, aku langsung ambil pekerjaan part-time
nempelin brosur. Aku telaten menempeli brosur badut ultah di pohon, brosur
sedot WC di tiang listrik dan brosur kursus menjahit di pintu angkot. Di lampu
merah, aku nyebar brosur pengobatan alternatif. Aku juga sempat memanjat papan
iklan di jalanan untuk memasang poster caleg.
Pulang kerja, aku langsung menagih kabar gembira yang
dijanjikan Ayah. Tapi Ibu menyuruhku ganti baju dulu. Karena baju yang aku
pakai adalah kaos parpol yang kegedean.
“Jadi apa kabar gembiranya?” tagihku setelah ganti polo shirt
bertuliskan ‘TURN BACK CRIME’.
“Kabar gembiranya adalah kulit manggis kini ada ekstraknya,”
jawab Ayah dengan mimik wajah serius. Ibu pun mengangguk-angguk menyetujui
perkataan Ayah.
Aku buru-buru obrak-abrik dokumen di lemari dan mengambil
kartu keluarga. Aku mencoret namaku sendiri. Aku mau berhenti jadi anggota
keluarga ini.
“Tunggu, tunggu! Jangan durhaka dulu! Kabar sebenarnya adalah
kita akan pindah ke Bandung! Ya udah, gitu aja. Kumaha?” ucap Ayah mendadak
nyunda.
Sontak aku terkejut dan tidak terima dengan kabar tersebut.
Itu berarti aku harus rela meninggalkan teman-temanku yang sudah dikontrak
menjadi penari latarku hingga lulus SD. Lebih dari itu semua, aku gagal ikut
lomba panjat pinang Agustus nanti. Padahal aku mengidamkan magic com yang jadi
hadiah utamanya.
Selama perjalanan dari Jakarta ke Bandung, aku cemberut. Tapi
aku sempat tersenyum dan terpana ketika dibelikan tahu bulat yang digoreng
dadakan di mobil limaratusan. Wakwaw!
***
Singkat cerita, aku datang di sekolah baruku sebagai murid
pindahan. Sebagai perkenalan diri, aku menuliskan nama dan akun twitter di
papan tulis.
Lalu ibu guru bertanya apa kepanjangan huruf M pada namaku.
“Kalau boleh tahu, M-nya apa ya, Sherina?”
"MADESU!" Yang menjawab malah anak cowok dengan
model rambut mangkok soto.
Aku mendelik demi melihatnya terbahak-bahak bersama dua temannya menertawakan
lelucon receh macam itu. Kutandai dia sebagai musuh baruku.
Sepanjang jam pelajaran, aku melihat seorang anak cowok
berkacamata yang jongkok sambil memeluk globe di atas lemari. Berhubung ibu
guru tidak melihat, anak cowok tersebut tetap di sana sampai turun minum. Kata
teman semejaku, anak tersebut bernama Faris dan dia dipaksa naik lemari oleh
Sadam si rambut mangkok. Sebab ketika disuruh naik haji, Faris mengaku
belum mampu.
Ketika istirahat, aku menanyakan kepada teman-temanku mengapa
mereka tidak berani melawan Sadam. Mereka mengatakan bahwa Sadam adalah tipe
anak kasar dan sering bully orang di Twitter. Sehingga tidak ada satu pun anak
yang berani melawan geng Sadam. Mendengar hal ini, aku menggalang teman-teman
baruku untuk melawan Sadam. Kami kompak ngetwit dengan hastag
#SeretSadamKeRuangBP dan sukses jadi trending topic di kalangan anak SD.
Keesokan harinya, aku kembai dijahili Sadam yang menempelkan
lem gajah di kursiku. Rok pramukaku menjadi lengket. Ketika aku dirundung
kesal, ibu guru mengumumkan bahwa akan ada libur selama tiga hari berturut-turut
dalam rangka memperingati dua hari raya dan satu hari kejepit.
“Karena hari ini Ibu mau rapat, kalian boleh pulang lebih
awal,” pungkas ibu guru yang berencana menutup tutup balsem yang memang harus
ditutup dengan rapat.
Aku pun pulang dengan membawa kursi yang melekat erat di
rokku.
Ketika sampai rumah, seraya menarik kursi dari rokku, Ayah
memberi tahu bahwa untuk mengisi liburan, kami diundang Pak Ardiwilaga untuk
menginap di rumahnya. Kami pun segera update di Path sebelum berangkat. Di
sana, aku berkenalan dengan anak Pak Ardiwilaga yang dipanggil Nyanyang. Setelah
dipanggil, ternyata Nyanyang adalah Sadam. Aku pun tertawa. Nyanyang. Panggilan
sayang macam apa itu!
Di hari terakhir liburan, Sadam menantangku untuk balapan
sampai ke Peneropongan Bintang Bosscha. Aku pun menyanggupinya. Aku langsung
menyiapkan perlengkapan yang diperlukan: koyo cabe, rantang, termos, kopi
sachet, sarimie dan beras. Kebalikan dariku, Sadam tidak membawa apa-apa,
kecuali charger.
“Mau kemana? Emang mau kemping?” ledek Sadam ketika aku
berkemas.
“Nggak ada salahnya menghadapi segala kemungkinan toh?”
ucapku bijak.
“Bosscha tuh deket. Jalan kaki setengah jam, paling juga
nyampe. Ngapain bawa kayak gituan? Kayak diusir dari rumah aja.” Sadam terkekeh.
Baru selesai ngomong sombong, Sadam langsung diwanti-wanti
maminya.
“Nyanyang! Dengerin ya Nyang. Nyanyang nggak boleh jauh-jauh
dari Pak Endang. Kalau lapar atau haus, minta sama Pak Endang. Nggak boleh
update status kelaparan di Facebook. Langsung makan nasi sama lauknya ya. Udah
disediain semua sama Pak Endang. Kalau sampai tengah hari masih di sana, jangan
lupa check in di Path, tag Mami sama Papi, nanti Mami love,” cerocos maminya
Sadam. Di sebelahnya, Pak Endang sudah siap dengan bekal segerobak.
Sadam ngambek karena tidak mau dikintilin Pak Endang. Mami
dan papinya pun menuruti keinginan Sadam
untuk pergi tanpa kawalan.
Kemudian aku dan Sadam melakukan perjalanan menyusuri kebun
teh milik Pak Ardiwilaga. Di tengah jalan, kami terpisah. Sebab aku mengikuti
saran aplikasi Waze sampai nyasar di hutan. Lalu aku menyadari hilangnya Sadam
dan segera mencarinya.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh hadirnya sesosok lelaki
gondrong keriting yang bernyanyi di hutan. Ketika aku hendak bertanya perihal
Sadam, lelaki gondrong itu malah belok ke pantai.
“Oh, Kak Rangga sedang bikin puisi toh,” ucapku setelah menyadari
itu.
Nada dering mengagetkanku sampai latah. Ada chat dari Sadam. Sadam
mengirim foto selfie dirinya dengan mulut ditutup lakban. Tak lupa, Sadam share
location. Fix, Sadam diculik.
Aku berusaha menolong Sadam dengan cara menyusup ke mobil bak
tahu bulat dan minta turun di rumah penculik. Di tengah malam, saat para
penculik sudah pasang status tidur di Path, aku membantu Sadam membebaskan
diri. Lalu kami pun bersembunyi di Bosscha.
Di sana, kami bisa menumpang charge gadget masing-masing.
Esok paginya, aku kabur mencari pertolongan. Aku pergi
sendiri karena Sadam nge-charge gadget-nya belum full.
“Main Get Rich mulu sih lo, Nyang!” Aku melempar permen chacha
ke jidat Sadam yang masih asyik main game sambil nge-charge.
Aku pulang ke rumah Pak Ardiwilaga dengan cara menumpang mobil
bak tahu bulat. Di saat yang sama, Pak Ardiwilaga hampir saja menandatangani
surat penjualan tanah perkebunan yang diajukan Natasha. Aku datang di saat yang
tepat.
Aku pun membawa bukti-bukti berupa screenshoot chat dan
voicenote antara Natasha dan Kertarajasa yang aku ambil dari smartphone
komplotan penculik Sadam. Dari bukti tersebut, diketahui bahwa Natasha menyuruh
anak buahnya untuk menculik Sadam, agar Pak Ardiwilaga mau menjual tanah
perkebunannya kepada Kertarajasa sebagai tebusan. Pak Ardiwilaga marah
mengetahui bahwa Natasha dan Kertarajasa punya grup WhatsApp yang tidak ada
dirinya di dalamnya. Padahal mereka masih satu tongkrongan sewaktu muda.
Kejadian
ini membuat Sadam mau berdamai denganku dan meminta maaf atas perlakuannya yang
doyan jahil kepada teman-teman. Sebagai syarat terakhir, aku meminta Sadam
menurunkan Faris yang masih jongkok di atas lemari sejak hari pertama aku jadi
murid baru.
Ya Allah, kirain bakalan jadi petulangan Sherina yang keren abis. Ternyata... (biar bikin penasaran orang yang mau komen dan baca lagi)
BalasHapusHahaha, itu Rangga ngapain ikut-ikutan? Pergi sana ke New York! Huh. :/
Berasa dibawa ke imajinasimu yang kemana-mana ini aku mas :') wkwkwk saluut :D
BalasHapusHuaaaaa. Tahu bulat. Tahu bulat. Aku mau dong, Bang. Di Samarinda nggak ada yang jual. Tapi aku maunya yang digoreng dadakan sama One Erection. Yuhuu.
BalasHapusHahahaha. Untung jawabannya Sherina pake kata cecurut ya. Bukannya pake, "Biar kecut, asal bukan bau kancut." Hoho. Ih, apa sih Cha :|
Sumpaaah aku ngakak baca dari awal sampe habis baaaanggggg. Hahahhahahaa
BalasHapusApalagi pas bagian kalo sampe tengah hari msh di sana, check in path, tag mami dan papi. Nanti mami love.
BHAHAHHAHAA PECAAAAHH
Kamvret.. Sadam madesu..
BalasHapusAnak sosmed banget ini. -_#
Huahaha ini petualangan serina fersi apa ya, sadam gak main instagram ya.. ?
BalasHapusKurang hits nih haha
ko rangga di bawa bawa :)
BalasHapusApaaan sih ini. KZL
BalasHapusmana ada sherina temenan di path sama pebculik. sempet-sempetnya. :')
Film Sherina dibumbui perkembangan zaman. Pake ada Rangga segala lagi. ngapain coba.
Sadam kalo ketemu gue dijalan, gue jitak, gue tabok, gue iket di pohon, terus gue tinggalin -_-
BalasHapushuahuahua.... ngakak abis.
BalasHapusOWalah~ Owalah~ Kenapa jatuhnya absurd gini yaa.
BalasHapusKasian Sherina kalo baca ini pasti nangis tuh bang, kenapa dia dulu nggak mafaatin teknologi waktu ada kejadian culik menculik itu. Pasti kan gampang ketemunya, tinggal Serloc.
Ya ampunnnnn ~ Kocak lah !!
Coba dibikin videonya, parodi2 film ternama gitu.
Biar kayak Anime Gintama, yang sering marodi in Anime2 yang terkenal.
Pasti laris !!
huwaaahh.. kasihan tuhu faris jongkok mulu, apa nggak kebelet, Bang :D
BalasHapuseh ternyata Sadam tidak hanya ditakutin, tapi anak mamih juga, hhhee
keren, nian :D