Lagi,
saya marathon nonton film di bioskop sendirian. Terdengar menyedihkan, tapi
nonton sendirian juga ada untungnya. Yaitu tidak tergantung dengan jadwal dan
kesediaan orang lain. Nonton rame-rame pun bisa dikritisi Rangga AADC: “Kayak nggak
punya kepribadian aja. ”
Kalau
saya membatalkan niat nonton karena tak ada yang menemani, bisa-bisa saya
dipelototi oleh mata elang Nicholas Saputra muda. Tak lupa disinisi oleh
kalimat judes-judes gantengnya, “Sebenarnya kamu pengen nonton karena pengen
nonton filmnya atau karena pengen bareng temen-temen kamu doang?”
Jika
dijuteki seperti itu, saya hanya bisa balik badan sambil kibas poni secara
serentak.
Ketika
nunggu film pertama diputar (pemutar filmnya masih menunggu flashdisk yang
diantar Nicholas Saputra chubby alias Joni), saya makan di restoran yang punya
motto harga kaki lima, rasa bintang lima. Tapi aslinya harganya nggak kaki
lima-kaki lima amat. Sambil nunggu pesanan, saya baca novel John Green yang
judulnya An Abundance of Katherines.
Novel pemberian Icha Hairunnisa sebagai kado ulang tahunnya yang ke-22. Dia yang
ultah, saya yang dikasih kado. Itulah okenya Ichantik.
An
Abundance of Katherines bercerita tentang Colin si anak ajaib (jago
rumus matematika dan anagram) yang telah memacari sembilan belas cewek bernama
Katherine. Iya, semua cewek yang dipacarinya bernama Katherine. Dari hubungan
spesial bersama sembilan belas Katherine itu tidak ada yang berhasil. Colin selalu
menjadi pihak tercampak. (Tapi penyebabnya bukan karena ketika kecil dia tidak
imunisasi campak. Sebab itu lelucon kuno, saya tidak keluarkan.)
Terdengar
seperti omong-kosong, tapi premisnya sangat menarik bagi saya. Saya merasa relate dengan kisah Colin. Mengingat saya
sendiri pernah tiga kali memacari cewek bernama Putri. Ketiga-tiganya LDR dan
tidak berhasil. Setelah memacari Putri I, saya merasa seperti Pangeran. Kemudian
saya bertemu dengan Putri berikutnya dan jatuh cinta begitu saja.
Ternyata
bukan hanya saya di dunia ini yang terlibat urusan asmara dengan banyak cewek
bernama sama. Misalnya, teman saya yang punya mantan pacar bernama Dyani, sempat
ngegebet Diani dan akhirnya menikah dengan Nidya. Nama mantan pacar dan istri
seperti anagram. Anagram yang kebetulan dikuasai Colin di novel An Abundance of Katherines.
Aktivitas
membaca saya kala itu disela oleh sapaan seorang teman SMK. Di buku Date Note,
teman saya ini disamarkan namanya menjadi Zarry. Mengingat sepak-terjangnya
ketika sekolah seperti Zarry Hendrik si selebtwit penjaring bidadari timeline
itu. Zarry datang bersama istri dan anaknya yang sedang lucu-lucunya.
Sambil
menutup buku, saya mengernyitkan kening. Waktu berputar terlalu cepat. Berputar
tanpa melibatkan saya, sialnya. Di zaman SMK, Zarry adalah seorang playboy
kelas kakap yang memburu gadis dari kontak ke kontak ponsel teman sekelas,
sementara saya masih asyik baca novel setiap jam istirahat. Di saat Zarry
menggandeng istri dan anaknya, kenapa saya masih baca novel aja? Sompral.
Obrolan
saya dan Zarry bergulir tentang percintaan dan karir. Percintaan, jelas saya
kalah. Di saat istri Zarry memilih kartu makanan pada papan menu, Zarry tega
menanyakan mana pacar saya. Saya hanya bisa berdehem seperti Young Lex di video
clip BAD featuring Awkarin, lalu saya mengalihkan topik tentang karir. Ternyata
perkara karir pun saya masih harus semangat lagi. Zarry sudah jadi pegawai
permanen di BUMN kebanggaan kota kami. Mengetahui itu, saya merasa senang
(baca: dengki setengah mati). Zarry telah melewati fase sulit yang masih saya
geluti saat ini. Jika tahu bakal begini jadinya, sewaktu sekolah, saya cari
cewek aja kayak Zarry. Nggak usah sok-sok baca novel kayak Rido Arbain.
Zarry
pergi ketika anaknya merengek minta makan. Saya kembali melumat mi goreng yang
saya pesan. Saya makan sambil melamun. Bukan karena memikirkan nasib saya, tapi
karena modem mifi saya ketinggalan di kantor. Alhasil, saya nggak dapat koneksi untuk buka grup Telegram World Werewolf Federation yang selalu bikin
saya gembira, melupakan problema. Enaknya pakai mifi memang bisa dipakai untuk
lebih dari satu ponsel, bahkan laptop. Tapi kalau nggak kebawa atau habis
batere, saya hanya bisa nyengir.
Film
pertama yang saya tonton adalah Catatan Dodol Calon Dokter. Diangkat dari
personal literature (pelit) dokter muda Ferdiriva Hamzah. Versi filmnya lumayan
kocak, sempat bikin saya ketawa healthy.
Banyak adegan ala film slasher yang
melibatkan tusukan, jahitan dan sayatan. Beda dengan bukunya yang full humor,
di adaptasi film terdapat drama percintaan yang lumayan klise. Saya sempat tertegun sejenak pada bagian menuju ending. Overall, saya suka.
Membaca
judul film Catatan Dodol Calon Dokter, saya teringat dengan era kejayaan personal
literature yang dipelopori Raditya Dika. Pada masa itu beragam profesi diberi
kesempatan untuk menuliskan pengalaman hidup masing-masing. Dari mulai dokter,
editor, pegawai kantoran, pelajar, perantau nyasar, sampai bule gila.
Sekarang
juga masih ada pelit sih. Penulisnya juga beragam profesi. Dari mulai
selebtwit, selebgram, selebAsk.FM, youtubers, stand up comedian, admin fanpage
meme comic, mantan member JKT48, penulis Wattpad yang sudah dibaca jutaan kali
(oleh bot) dan terakhir, anak Yusuf Mansur. Barakallah.
Sejauh
ini, selebgoodreads seperti Rido Arbain belum ada tanda akan menulis pelit. Mungkin
karena Goodreads (hanya bisa review buku yang sudah terbit) kurang ngehits dibanding Wattpad (bisa baca sepuasnya, setidaknya gratis sebelum diterbitkan menjadi buku cetak). Jadi, para editor itu tidak
mencium bau-bau benih best seller di setiap review Rido yang ciamik itu.
Padahal kalau Rido bikin pelit bakalan menarik, saya yakin. Karena berprofesi sebagai PNS yang ditempatkan di lapas, Rido bisa bikin pelit berjudul “Melihat Napi Bekerja”, plesetan kumpulan puisi “Melihat Api Bekerja” karangan Aan Mansur. Jadi, di bukunya nanti, diceritakan Rido jadi mandor para napi, tapi beliau masih sempat koreksi tata bahasa, tanda baca dan EBI Ichsan Ramadhani di Twitter. Selain menjadi polisi lapas, Rido memang menjabat sebagai aparat bahasa di dunia maya. Ichsan adalah buronannya.
Padahal kalau Rido bikin pelit bakalan menarik, saya yakin. Karena berprofesi sebagai PNS yang ditempatkan di lapas, Rido bisa bikin pelit berjudul “Melihat Napi Bekerja”, plesetan kumpulan puisi “Melihat Api Bekerja” karangan Aan Mansur. Jadi, di bukunya nanti, diceritakan Rido jadi mandor para napi, tapi beliau masih sempat koreksi tata bahasa, tanda baca dan EBI Ichsan Ramadhani di Twitter. Selain menjadi polisi lapas, Rido memang menjabat sebagai aparat bahasa di dunia maya. Ichsan adalah buronannya.
Di
Twitter, Rido sempat bertanya kepada entah siapa, kenapa tidak pakai judul
Cado-Cado untuk filmnya (seperti di buku). Saya malah bertanya, kenapa
ditayangkan berdekatan dengan film dokter yang lain, yaitu Doctor Strange.
Seharusnya, sesama dokter jangan saingan merebut penonton. Terus, siapa yang
ngurus pasien, Dok? Kenapa nggak bekerja sama, menggabung kedua film itu jadi satu: “Catatan
Dodol Doctor Strange”? Biar dokter-dokter begitu, ternyata Stephen Strange
dodol juga. Dia nyetir mobil sambil main gadget sampai kecelakaan. Nggak
sekalian live di Bigo biar dapat supercar. Naik supercar dapat supercar.
Doctor
Strange adalah film kedua yang saya tonton. Ceritanya mirip dengan film Marvel
lain, yakni Deadpool. Dimulai dari seorang lelaki humoris yang mendapatkan penyakit,
kemudian mencari pengobatan, eh, bukannya sembuh, malah jadi manusia super. Malpraktek
yang menguntungkan.
Khas
film Marvel memang kocak dan seru. Tidak ada alasan untuk saya tidak menyukai
film ini. Apalagi ada adegan astral projection (level kedua setelah lucid dream),
Doctor Strange bisa mengeluarkan roh dari raga. Ketika badannya tertidur, roh
Doctor Strange bisa asyik baca buku. Wah, ini skill yang harus dikuasai oleh
Rido (dan saya). Agar timbunan buku yang belum dibaca bisa segera ditandaskan sambil
tidur. Sebab selama ini saya selalu tertidur ketika baca buku.
Walaupun
saya berkali-kali dibuat pusing dengan efek spesial dari jurus para penyihir di
film ini, saya senang. Ini pusing yang enak. Dan, hati-hati, saya akan
memberikan spoiler setelah kalimat ini.
(BATAS
SPOILER)
Adegan
Doctor Strange masuk ke dimensi kegelapan tempat Dormammu bersemayam,
mengingatkan saya dengan komik religi yang saya baca ketika sekolah sore di
madrasah. Dimensi kegelapan tidak mengenal waktu. Neraka itu abadi. Jadi,
dimensi kegelapan adalah representasi dari neraka (siksaan abadi). Doctor Strange
datang ke dimensi kegelapan membawa Eye of Agamotto (artefak sihir yang mampu
memanipulasi waktu). Dimensi kegelapan yang semula tidak mengenal waktu,
dimasuki oleh Doctor Strange yang membawa waktu.
Di
duel melawan Dormammu, Doctor Strange dibunuh. Tapi Doctor Strange bisa hidup
lagi karena mengulang waktu. Kemudian Doctor Strange disodok sampai mati, lalu
hidup lagi. Berkali-kali dimatikan, Doctor Strange bisa hidup kembali. Persis
seperti di komik siksa neraka yang saya baca, penghuni neraka disiksa oleh
malaikat sampai mati, lalu dihidupkan lagi untuk kembali disiksa. Ternyata komik
siksa neraka yang beredar di zaman saya SD telah menginspirasi Stan Lee kreator
Marvel. Kesimpulannya, Stan Lee pernah sekolah madrasah.
Barakallah.
Barakallah.
Hebat y tuh dokter bisa ngeluarin roh dari raga
BalasHapusBang haris bisa g kayak gitu? Pasti bisa dund
.
Kalo punya ilmu kayak gitu bisa digunain buat ngintip ya bang, buat nyontek pas uas sama buat ngintilin pacar ya bang
.
Saya juga pelit loh bang
Ada yg minya duit, saya g kasih
Hahaha. Bukan pelit yang itu.
HapusYa ampun, belum nonton semua. Padahal di cinemaxx lagi ada promo tiket beli 3 bayar 2.
BalasHapusTapi aku lebih memilih mendekam di rumah aja ah, baca buku, biar makin intelek, dan jadi bahan tulisan Haris lagi.
Xoxo.
Hahaha. Intelek. Pengen saya penggal kata barusan.
HapusKalok Putri yg di Jember gimana, Ris? Pacalan gak? ._. *disabet kabel laptop*
BalasHapusAku belom nonton Doctor Strange ini. Padahal aku ngefans sama Abang Benedict Cumberbatch. Perannya di serial Sherlock itu looooh. :'
Btw, emang kenapa dengan nonton sendirian? Justru jadi lebih fokus nonton. Aku pernah nonton sama temen yg nanya atau komentar mulu sepanjang film. Rugi! -_-
Hahaha. Beby.
HapusNonton sendiri sering dipandang sebelah mata. Oleh Nick Fury.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusIchsan selalu sakit.
HapusWahaha. Saya jadi ikutan kamu ya Cha. Sama film aja baper.
Sama kaya akang Rido, gue juga belom nonton semua. Filmnya jahat juga sih, masa keluarnya barengan pas tanggal tua, kan malesin.
BalasHapusSelalu ya kalo gue jadi bahan tulisan, nggak pernah di bahas yang baik :( padahal gue anak baik.
Karena kamu baik itu dibahas. Hehe. Tapi itu tanda kita perhatian sama kamu, San.
Hapusgue baru tau kalo rido jadi selebgoodreads.. kudet sekale yah :')
BalasHapusada benernya juga sih, kenapa judulnya gak cado-cado aja. mungkin cado-cado karena sedikit nyeleneh ke makanan kali yah.. entar penonton malah ngira film gado-gado :')
Kalau kamu aktif goodreads, kamu bakal liat review Rido selalu top, Dian.
HapusKeren tulisan-tulisannya Bro. Saya termasuk silent reader tiap ada review di blog ini. Salam kenal bro.
BalasHapussekarang tidak lagi.
HapusSilent reader yang mulai pengin eksis.
Hapusidealisme yang terguncang
HapusIdentitas telah terkuak. Akan saya jual ke deep web.
Hapussilent reader yang membuka jati dirinya.
HapusKesimpulan yg mmbuat saya terharu...trnyata madrasah itu bukan skolah yg nggk keren...buktinya saja Stan Lee trnyata alumni madrasah...Barakallah fik umrik...barakallah...
BalasHapusAwalnya sya kirain Personal literatur itu smcam aplikasi buat nulis crita2 prsonal gtu, eh gk tau nya itu kayak gaya mnulis ya bg?
Iya genre tulisan, Rey.
HapusWah salah fokus, ternyata bukunya mas banyak banget ya...
BalasHapusSelalu ada celih
HapusBisa dibeli di playstore loh.
HapusIni kenapa absurd amat astaga. Hahahaha. Segala Rido sama Iksan dimasukin. :))
BalasHapusHahaha. Adi mau dimasukin juga?
HapusJokes internal padahal ya soal Rido. Tapi gua ngakak bangkhe! XD
BalasHapusSarkas abis itu yang soal penerbitan, Ris. Senyumin ajalah. Harus matre kan mereka biar bisa gaji pegawainya. Yahaha. :))
Gue udah nonton Cado-Cado. Bagus! Jadi tau lebih jauh soal dunia kedokteran. Gue lebih suka ini dibandingin film-film Radit yang gitu-gitu doang. Hahaha. Males liat akting dia kali, ya? Kaku atau ya emang gak pantes. Pantesnya nulis aja.
Hahaha. Nyambung ke Radit lagi. Film dia yang lucu banget Malam Minggu Miko yang mana dia muncul dikit doang.
HapusEmang paling asik ngeledek kutu buku kayak Rido mah. Hihihi.
BalasHapusNgomong-ngomong soal sepak terjang Rido di Goodreads, jadi nostalgia euy. Dulu sebelum baca-baca review-nya di blog, saya sering banget ngelihat dia di Goodreads, dan setiap kali Rido ngereview novel (yang mau saya beli), ulasannya selalu ada di urutan paling atas. Makanya saya sempet mikir gini: "Kok perasaan orang ini muncul mulu deh anjis." Dan dari situlah saya kenal Rido.
Kalem Ris, saya juga sering kok ngerasa kayak gitu. Ketemuan ama temen lama, dan dia udah nikah/punya anak. Di sisi lain, saya masih asyik nonton Gintama. Kontras anjis. Waktu seakan menggerogoti segalanya.
Saya jadi mau nangis atuh baca ini, kang. :"
Hapuswakakkakakakakkakakaka. agia!
HapusAgia lucu secara alami ya. Hahaha. Kasep pisan ceesku ini.
HapusDuhh gw belom nonton, jadi penasaran deh...
BalasHapusYok, buru ke bioskop.
Hapuswuihhh itu ada bukunya kemaren kuliat, gambarnya sama e keren
BalasHapusOke. Hehe.
HapusKalo di liat dari akhir ceritanya, kayak nya bakal ada lagi lanjutan nya
BalasHapusKalau Doctor Strange emamg lanjut ke film Marvel lain.
HapusGue udah nonton ini ,,
BalasHapusgue nonton sendirian juga loh ..
enakan sendiri malah , sumpah !
Unfortunately ada beberapa bagian yang ga gue tonton karn aketiduran haha.
tapi endinngnya bisa dijelaskan kalau bakala ada lanjutanya sih..
tuh si Thor yang bakal main nanti :)
Nah, karena nonton sendiri itu sampai ketiduran.
HapusTapi rumus storyline John Green gitu-gitu mulu. Perjalanan dan cinta.
BalasHapusYah. Jadi kayak Icha ya saya?
ini review beneran apa enggak sih?
BalasHapuskok gua jadi pusing gini bacanya?
tapi menghibur kok
pusing yang enak..
:p
:D
Sepertinya ene film boleh juga ditonton
Ini jenis tulisan baperin film. Sub-genre dari review film.
Hapusyang Rido diroasting 'melihat napi bekerja' pernah ditwitin dan masih lucu aja pas baca lagi. tae bener :))
BalasHapuskemaren nonton doctor strange aja, gak sempet nonton cado cado. nice info kan?
Makasih, Yog! Nice info.
Hapuswhahaha, aku juga kemaren nonton filmnya marathon.
BalasHapuscuma bukan cado cado.
tapi the trolls, coba deh tonton, baguuuuus bats filmnya.
malah lebih seri the troll ketimbang dr strange-nya.
iya tuh, aku ngakak yang pas si dr strange-nya ketemu dormamu, sampe kesel banget dormamunya, bhangkay bener dah.
Kak Haris. Aku ngefans. Suka pusing baca tulisannya karena terlalu kayak diisi ini itu. Suka percaya atau ga percaya ini tulisan bakal bener apa engga. Hehe
BalasHapusSuka ka hariiiis... suka ...suka.... hehe
Anak madrasah banget ya ka haris. Ngefans..ngefans..ngefans... hehe