Langsung ke konten utama

Anak yang Dihasilkan Saya Bersama Tangan Saya

Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.

Fantastic Monsters and Where to Catch Them

Fantastic Beasts and Where to Find Them adalah film dengan tokoh utama seorang penulis yang menjadi favorit saya setelah Ruby Sparks. Newt Scamander ibarat Pokemon Trainer di dunia sihir. Dengan membawa koper ajaib, dia berburu hewan-hewan fantastis ke seluruh dunia. Koper yang ditenteng penyihir berjambul ini tak ubahnya Pokeball. Binatang segede apapun bisa dijejalkan ke dalamnya.

sumber: www.landoffab.com

Beda dengan Ash Ketchum, Newt tak punya ambisi untuk menangkap seluruh monster, lalu mengadunya dengan monser lain pada ajang sabung monster internasional. Newt hanya ingin mengenali makhluk-makhluk gaib itu untuk materi buku yang sedang digarapnya.

Saya pernah menjadi pemburu monster seperti Newt Scamander. Saya sampai berkeliling kota (bahkan luar kota) hanya demi mengumpulkan monster. Ada rasa senang ketika berhasil menangkap monster langka. Dan tentu saja kecewa ketika gagal mendapatkannya. Padahal saya sudah melempar banyak pokeball, greatball, bahkan ultraball. Apakah saya juga harus melempar eyeball (baca: biji mata)?

Pokemon GO memang bikin saya gila. Sepulang kerja, saya rela nongkrong di tempat yang tersedia banyak Pokestop. Baru pulang ke rumah setelah diusir satpam. Ketika jam makan malam, saya lebih memilih tempat makan yang ada Pokestop-nya. Agar saya bisa makan ayam goreng sambil melempar bola ke ayam kepala dua bernama Doduo di layar smartphone. Hal yang sama yang pernah saya lakukan ketika keranjingan tazos Pokemon di masa kecil. Saya rela beli chiki hanya untuk mendapatkan tazosnya. Padahal saya nggak suka-suka amat dengan chiki. Saya lebih suka Chika, by the way.





Pernah suatu malam, saya melipir ke tempat makan yang berdekatan dengan dua Pokestop. Di sana, sembari menunggu pesanan datang, saya berhasil menangkap Vulpix (baca: Kyuubi Naruto yang dicekoki permen cokelat Snickers) yang lumayan langka di daerah saya. Saya juga berhasil menggenapkan candy Bulbasaur sehingga bisa mengevolusi Ivysaur menjadi Venusaur yang sangar. Kemudian rubah ekor sembilan dalam diri saya meronta ketika ayam bakar yang saya pesan datang. Saya mencium bau tak sedap seperti mulut orang baru bangun tidur. Ketika memakan daging ayamnya, saya menangis dalam hati. Fix, ayamnya basi. Kecut banget. Saya buru-buru membayarnya, lalu kabur.

Semesta memberikan yang saya minta. Saya minta Pokemon langka, saya dapatkan. Tapi saya tidak mendapatkan makanan yang baik. Sama seperti ketika seorang manusia sibuk mengejar dunia, dia bisa mendapatkan apa yang diinginkannya dan di ending dia bakal bilang ‘I make it’. Tapi belum tentu dia akan mendapatkan akhirat. Beda dengan seseorang yang fokusnya adalah akhirat, dia akan memberikan manfaat di dunia sebagai bekal di hari kemudian.

Pokemon GO memang sempat bikin saya kacau. Tepatnya, obsesi ingin mengumpulkan semua Pokemon yang membuat saya begitu. Tapi semua berubah ketika saya didatangi monster yang tidak saya cari. Monster itu bernama masalah hidup. Untuk fokus menghadapi ‘monster’ itu, saya akhirnya melupakan Pokemon GO.

Kini, saya sadar betul harus mencontoh Newt Scamander untuk mengenali monster yang mendatangi saya ini. Sebab tidak semua monster itu jahat. Kebuasan monster adalah bentuk pertahanan diri. Tugas seorang pecinta monster adalah menjadi bersahabat. Hingga akhirnya saya bisa berdamai dengan semua monster.

Komentar

  1. Ruby Sparks! Yeaaaah! Favorit! Chika Bandung! Favorit Bang Haris!

    Baru tau kalau Eddie Redmayne meranin penulis di film itu. Di review-review lain kayaknya pada nggak ada yang nyebutin gitu. Keren. Jadi kagum sama tokoh Newt.

    Trus paragraf akhir postingan ini keren. Bijaque. Mari rangkul monster-monster bernama masalah hidup itu dengan sikap bersahabat. Sabar dan tawakal. Jangan dihindari karena nggak bakal selesai selesai. Jangan dilawan karena ntar jadinya depresi. :")

    BalasHapus
  2. Euforia pokemon memang gede banget kemaren itu kan??
    Gua sampek ngeliat temen-temen gua semua bela-belain nongkrong tiap hari di tempat-tempat yang banyak pokemon dan pokestopnya.
    Gua yang cuek mah bisa di bilang telat hebohnya.
    Sekarang udah jarang banget nemu orang yang masih rajin maen pokemon.
    Tapi kalau soal masalah hidup sih kita udah pasti banget gak bisa cuek ngadepinnya..
    Harus bersahabat?

    BalasHapus
  3. Ternyata pokemon go ada pokesshopnya juga...#ngomong2 ini aku baru tau
    Yang teakhir sesuai ama peribahasa apa yang kita tanem, apa yang kita tuai,,,eh ternyata apa yang kita dapatkan di satu waktu ga ngejamin kita ngedapetin sesuatu hal lagi di lain waktu #maap rada njlimet bahasanya

    BalasHapus
  4. Aku juga pensiun main Pokemon GO karena tahu-tahu sadar, waktu sibuk memburu monster sebenarnya kita juga sedang dikuasi monster lain. Monsternya bisa berwujud perasaan cemas di atas motor, bisa berwujud nyasar ke kompleks rumah orang, atau bisa berwujud mubazirnya waktu liburan saat cuti.

    Hikmahnya sudah disimpulkan Haris di kalimat penutup tulisan ini. Sangat filosofis!

    BalasHapus
  5. Kini, saya sadar ...
    Alhamdulillah bang akhirnya abang udah sadar
    Mudah2an abang g terjerumus lagi ke dalam dunia yg penuh dgn kesesatan
    Amin
    Berarti udah jad orang beneran y sekarang?

    BalasHapus
  6. Pokemon Go belum pernah ngerasain main, film ini pun belum kutonton.

    Nanti ah, kalau udah punya pacar yang senantiasa membimbing hidupku ke arah yang lebih baik...

    BalasHapus
  7. *Potterhead dataaaang*

    Aaaaaa kakak udah nonton filmnya? Keren banget o.o (kemarin maksain nonton pas hari pertama tayang, gak peduli sendirian dan kemaleman)
    Sebagai witch yang pelajaran favoritnya waktu di Hogwarts Care of Magical Creatures atau Pemeliharaan Satwa Gaib (walaupun berkali-kali kewalahan nanganin Skrewt-nya Professor Hagrid sih) aku seneng bangeeeet liat hewan-hewan gaib di filmnya. Nggak sabar nungguin naga-naga muncul di film selanjutnya (semoga)! Kemarin Ukrainian Ironbelly cuma disebutin aja aku udah bahagia banget

    BalasHapus
  8. Oh iya, Fantastic Beast juga ada aplikasinya, namanya Fantastic Beast Cases. Game semacem Criminal Case gitu, tapi yang dicari bukan pembunuh tapi monster/satwa gaib

    BalasHapus
  9. pertama, saya nggk pernah main pokemon GO, jadi nggk tau perasaan gmn orang2 yang ketagihan main game ini
    kedua, saya juga belum pernah nonton film yang diceritain di atas (fix, langsung download)
    ketiga, saya dan seperti orang2 pada umumnya, mengerti betul dan pasti sering di datangi oleh monster bernama masalah hidup itu . XD

    BalasHapus
  10. oke demam pokemon go terus berlanjut, hahaha. semesta itu memang misterius, tak selamanya "diberikan" monster langka itu anugerah.

    BalasHapus
  11. wahahaha sial itu newt disamain kayak ash xD

    dulu gue juga keranjingan berburu pokemon, sampe akhirnya gue sadar lebih baik cari kerja daripada cari pokemon. Untung cuma main sebulan doang. :')

    BalasHapus
  12. Endingnya suka banget bang... ?Bersahabatlah sama masalah hidup bernama monster itu, ehh heee

    BalasHapus
  13. Jadi lu sukanya sama Chika mana nih? Chika Bandung apa Chika Stuff? Atau malah Chika mantan gebetan gue? :/

    Hm... penutup tulisannya leh ugha.

    BalasHapus
  14. Wah, ini kan film yg bukunya juga ditulis sama J.k Rowling? sepintas, wktu sya ngeliat posternya, saya lngsung teringat dengan film Harry Potter. Selain karna ada tongkat sihirnya, mngkin krna ceritanya juga ditulis sama JK Rowling.

    Bdw, kren ya endingnya, pake disama2in sama Pokemon Go. And hey, its work!

    BalasHapus
  15. coba endingnya, cowo yang kerja di perkalengan itu nikah sama adiknya penyihir cewek ituuu aa keren

    BalasHapus

Posting Komentar