Langsung ke konten utama

Warisan

Kebetulan saya lahir di Indonesia. Eh takdir ding. Seandainya saja saya lahir di Konohagakure dari klan Uchiha pada zaman shinobi, apakah ada jaminan bahwa saya memeluk tekad api sebagai kepercayaan saya? Tidak. Bisa saja saya jadi ninja pelarian, berguru kepada tuan Orochimaru dan bergabung dengan Akatsuki.
Saya tidak bisa memilih dilahirkan dari rahim Kushina, lalu dimasukkan cakra kyubi oleh Hokage Keempat demi menyelamatkan desa dari kehancuran.
Setelah beberapa tahun kita lahir, pengalaman hidup menentukan makanan kesukaan, anime favorit, artis idola dan klub bola jagoan kita. Setelah itu, kita membela ampun-ampunan segala hal yang menurut kita bagus. Tidak peduli selera orang lain.
Sejak masih anak-anak, saya didoktrin oleh Tsubasa Ozora bahwa bola adalah teman. Saya mengasihani Carlos Santana yang tidak menikmati permainan, sebab dia dijadikan robot sepakbola.
Ternyata,
Teman saya yang hobi nonton Digimon juga punya anggapan yang sama terhadap anime favoritnya. Mereka mengasihani Kaisar Digimon yang menjadikan para monster sebagai budak-budaknya.
Maka,
Bayangkan jika kita menjalani hidup seperti Carlos Santana yang walaupun mendapatkan kemenangan tapi tidak bahagia sedikit pun? Atau memperbudak makhluk-makhluk lucu yang sepatutnya dijadikan partner bertualang di dunia Digimon?
Itachi Uchiha mengatakan, "Semua orang hidup terikat dan bergantung pada pengetahuan atau persepsinya sendiri, itu disebut kenyataan. Tetapi pengetahuan atau persepsi itu sesuatu yang samar. Bisa saja kenyataan itu hanya ilusi, semua orang hidup dalam asumsi."
Salah satu karakteristik otaku memang saling mengklaim anime favoritnya yang paling bagus. Mereka juga tidak butuh cerita yang real, namanya saja "imajinasi".
Manusia memang berhak menyampaikan pendapatnya kepada lawan, tapi jangan sesekali mencoba jadi seperti Naruto ketika melawan Pain. Tidak semua bisa menguasai Ngoceh No Jutsu dan bisa bertahan hidup melawan musuh yang kuat dengan hanya mengandalkan jurus fana itu.
Latar belakang dari semua perselisihan adalah karena masing-masing bajak laut ingin dapat warisan Gol D. Roger, "Akulah yang akan menemukan One Piece dan menjadi Raja Bajak Laut!"
Lantas, pertanyaan saya adalah kalau bukan Weekly Shonen Jump, siapa lagi yang menerbitkan Dragon Ball, One Piece, Naruto, Bleach, Boku no Hero Academia, Assassination Classroom, bahkan Gintama, dan menggaji semua mangaka yang serialisasi di sana sampai hari ini?
Tidak ada yang meragukan kekuasaan Shueisha Inc. Jika mereka mau, mereka bisa saja menghentikan serialisasi semua manga.
Tapi tidak, kan?
Apakah jika suatu negara dihuni oleh rakyat yang menjadikan Naruto Uzumaki sebagai panutan bersama, hal itu akan menjamin kerukunan? Tidak!
Nyatanya, beberapa negara masih rusuh juga padahal sama-sama tahu jika idolanya, Naruto, mencintai kedamaian.
Sebab, jangan heran ketika sentimen kedamaian desa Konoha vs. kepentingan klan Uchiha masih berkuasa, maka jalan ninja seorang shinobi mendadak tersesat entah kemana.
Bayangkan juga seandainya masing-masing otaku menuntut agar manga kesukaannya digunakan sebagai dasar negara. Maka, tinggal tunggu saja kehancuran akal sehat umat manusia.
Karena itulah yang digunakan Gol D. Roger dalam membangkitkan semangat para bajak laut pemula bukanlah novel Icha-Icha Paradise karangan Jiraiya, melainkan warisan cita-cita, takdir waktu dan impian manusia.
Dalam perspektif bajak laut, setiap kelompok berhak mengibarkan bendera bajak laut dan berlayar dengan kapal masing-masing, tapi mereka tak berhak memaksakan krunya untuk ditempatkan sebagai Shichibukai yang direkrut Angkatan Laut. Hanya karena merasa paling hebat, kapten bajak laut tidak berhak mengintervensi kebijakan Pemerintah Dunia yang terdiri dari 5 tetua Gorosei.
Suatu hari di masa depan, kita akan menceritakan pada anak cucu kita betapa serunya cerita Naruto yang desanya nyaris tercerai-berai bukan karena meributkan warisan di media sosial, tapi karena orang-orangnya Madara Uchiha yang dikendalikan oleh Rinnegan milik Nagato.
Ketika God Enel sudah pergi ke bulan dan menjadi bajak laut di sana, kita masih sibuk meributkan soal filler Naruto yang kebanyakan flashback.
Kita tidak harus suka tontonan yang sama, tapi marilah kita sama-sama nonton. Jangan nonton sendirian. Nanti cuma bisa meluk tas di bioskop.
Sumber: Google Image

Komentar

  1. Walaupun bacanya agak roaming, tapi kutipan terakhir sangat inspriratif untuk diaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Terima kasih sudah membagi pemikiran kritis seperti ini, Haris. Indonesia butuh lebih banyak anak muda sepertimu, bukan anak muda yang hobi melempar polemik di medsos pakai akun anonim.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Hahaha sianjaaaay, barusan di fesbuk liat postingan ini, eh di blog ada juga wkwk reseeeek. Anak kartun abis :D

    Kok bisa pada pinter sih ngeparodiin ._. aku ingin mencoba, tapi apakah diriku bisa?

    Mohon pencerahannya, wahai sahabat pange penghasil $3000

    BalasHapus
  4. Padahal tulisan ini juga berpotensi didebatkan. Saya pro nonton sendiri!

    Yang baca komen ini, tolong viralkan. Biar penulisnya diundang ke TV-TV membawa pesan-pesan dari anime.

    BalasHapus
  5. Mari bantu viralkan demi kehidupan otaku yang lebih dami.

    BalasHapus
  6. plesetan yg hanya saya pahami di bagian naruto saja, tapi....

    baiklah, mari sama-sama nonton.

    BalasHapus
  7. Mari bantu share supaya menjadi viral di kalangan penggemar manga....

    BalasHapus
  8. Saya lebih suka Itachi daripada Naruto yang cuma ngoceh, bg. Itachi terlalu banyak berkorban dan menanggung kepedihan. :(

    Aduh, tapi saya aja lupa rasanya nonton sendirian kayak gimana. Setahu saya kalau di bioskop pasti ada orang lain, bg. Ada petugas bioskopnya juga kadang ikut nonton di pojokan sambil berdiri. Hehehe.

    BalasHapus
  9. Terus terang yang gue paha cuman Naruto karena ada Jiraiya sang jagoan gue, tapi digimon juga deh. Yang penting nonton sama-sama. Mudah2an ada cewek yang mau diajak nonton anime bareng. Aamiin. \(w)/

    BalasHapus

Posting Komentar

Terpopuler

22 Peran di Game Werewolf Telegram

Lepas dari candu Pokemon GO, saya keranjingan main Werewolf. Tapi permainan yang mengasah suudzon skill ini tidak saya lakukan bersama para youtuber dan stand up comedian seperti yang dilakukan Raditya Dika di istananya pada vlog beliau. Saya melakukannya di aplikasi chatting bernama Telegram yang bisa diunduh di Play Store . Cara bermainnya sederhana: jika kita adalah warga desa, maka kita harus membasmi serigala sampai habis. Dan jika kita adalah serigala, makan semua warga desa. Di malam hari, serigala memangsa warga desa. Di siang hari, warga desa melakukan vote untuk menentukan siapa tertuduh serigala yang mesti digantung. Yang bikin greget adalah kita nggak tahu peran pemain lainnya. Permainan Werewolf versi bot Telegram ini menyuguhkan berbagai peran yang unik. Berikut adalah peran-peran yang bisa didapatkan selama main Werewolf. sumber: www.deviantart.com

Ada Apa dengan Mamet?

Nama saya Rangga. Saya hanyalah seorang pelajar SMA biasa. Saya lebih memilih mengisi jam istirahat dengan baca buku di perpustakaan daripada baca koran di toilet khusus guru. sumber: Google Image Semua berubah ketika Pak Wardiman sang penjaga sekolah, tanpa sepengetahuan saya, mengikutkan puisi buatan saya dalam lomba cipta puisi tahunan yang diadakan oleh pihak sekolah. Lomba tersebut berhadiah sepeda kumbang. Tak dinyana, puisi buatan saya menang. Pak Wardiman mengambil hadiah sepedanya, kumbangnya untuk saya.  Setelah saya resmi jadi pemenang lomba puisi tanpa sengaja, ada cewek mading yang ngejar-ngejar saya untuk minta wawancara. “Kamu Rangga, kan?” tanya cewek mading tersebut sambil ngajak salaman. Tapi saya abaikan tangan halusnya yang terjulur. Berhubung lupa kobokan, tangan saya masih ada bumbu rendang. Sebab saya makan siang di RM Padang. “Bukan. Saya sebenarnya siluman tengkorak,” kata saya berpura-pura. “Oh.” Cewek itu langsung percaya dan per

25 Komik Doraemon Petualangan

Setiap remaja tumbuh dengan teman imajinasinya masing-masing. Bertualang mencari harta karun dengan Lima Sekawan -nya Enid Blyton. Merinding bersama Goosebumps karangan R. L. Stine. Atau membantu Detective Conan memecahkan misteri. Bagi remaja yang lebih vintage , memilih lari terbirit-birit bersama Petruk rekaan Tatang S. Sejak SMP, saya menyukai komik Doraemon Petualangan. Saya mengikat diri demi memburu semua serinya untuk dibaca. Mulai dari beli, tukar-pinjam sampai memeras milik teman. Dari baca seri Doraemon Petualangan, saya bisa belajar tentang penciptaan setting cerita yang menakjubkan, penokohan yang kuat, konflik yang menarik, alur cerita yang penuh kejutan, sampai pesan moral yang mendalam. Cocok dijadikan pegangan untuk menulis fiksi. Jika Ahmad Dhani pernah klaim musik Queen adalah puncak kreativitas manusia, maka saya akan menobatkan komik Doraemon Petualangan adalah puncak imajinasi orang Jepang.