Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.
Cerita bermula ketika Joshua bayi dibawa ayah dan
ibunya ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Saat hendak ke toilet, ibunya
menitipkan Joshua kepada seorang ibu-ibu. Sementara bapaknya Joshua sedang
menelepon urusan bisnis investasi bitcoin.
“Bu, titip anak saya ya. Saya mau foto-foto di
depan cermin toilet dulu,” ucap sang ibu seraya menyerahkan bayinya kepada
orang asing.
“Titip, titip. Memangnya sendal jepit?” Ibu-ibu
asing itu menolak pada awalnya.
“Tapi anak saya sudah punya akun Instagram
sendiri lho. Followernya sudah 100K sekian dan sering dapat endorse bubur bayi.
Ibu nggak mau snapgram bareng anak saya? Mau ngehits mendadak, nggak, hayo?”
bujuk ibunya Joshua.
Terpikat rayuan, akhirnya ibu-ibu asing itu mau
menjaga Joshua selagi ibunya sendiri aktualisasi diri di toilet.
“Unch unch.”
Sayangnya,
penerbangan sang ibu asing dan suaminya yang aseng sudah tiba. Joshua pun
ditinggalkan begitu saja karena takut tiket pesawat hangus.
Lalu, datang wanita tak waras yang menceracau,
“Di mana anakku? Di mana anakku?”
Ada Joshua ngejogrok di depan mata, si wanita tak
waras pun langsung menggondolnya layaknya menggondol piala Golden Globes.
Dibawa larilah Joshua kecil ke desa dekat bandara. Hal ini membuat ayah dan ibu
Joshua cek-cok karena anak mereka hilang.
“Kamu sih main titip-titip sembarangan! Titip
salam boleh, titip anak jangan,” omel bapaknya Joshua kepada istrinya.
“Ya mangap!” sesal ibunya Joshua.
***
Wanita tak waras meletakkan Joshua di sebuah
gardu ronda, lalu diberi susu formula. Kemudian dia diteriaki maling oleh kasir
Indomaret tempatnya mengutil susu dan empeng. Saat mencoba kabur, dia hampir
tertabrak sebuah mobil ambulance partai politik yang mengebut. Untungnya, dia
masih bisa melipir sehingga hanya mendapat nasihat sang sopir untuk lebih
berhati-hati. Namun, dia tidak bisa lolos dari serudukan maut motor matik yang
ditunggangi emak-emak berjaket Scout Legion Attack on Titans dari arah
berlawanan.
Mobil ambulance partai politik yang tadi pun
mundur lagi untuk membawa tubuh sang wanita tak waras tersebut menuju rumah
sakit jiwa.
Malam harinya, lewat sepasang suami-istri
pemulung di depan gardu ronda. Mereka adalah Gito dan Nani.
“Anak siapa ini?” tanya Gito ketika melihat
Joshua main gaplek sendiri.
“Anak Ajaib,” cetus Nani menyebut judul sinetron
yang dibintangi Joshua bersama Sion Gideon.
“Tugas kita adalah mengambil apa yang sudah tidak
dibutuhkan oleh orang lain.” Begitulah kisah Gito dan Nani mengangkat Joshua
sebagai anaknya.
***
Kehidupan Joshua bersama orang tua angkatnya pun
tidak bahagia-bahagia amat. Joshua tumbuh menjadi pelajar SD yang langganan
juara kelas. Namun dia terpaksa dipanggil Jojo. Sebab nama Joshua terlalu keren
untuk ukuran anak seorang scavanger.
Sepulang sekolah, Jojo harus mengamen pakai
topeng Badut Mampang. Sampai rumah, dia bersama Bapak Gito harus mengangkat
tandu ibu angkatnya, Nani, yang literally
ibu angkat. Maunya diangkat-angkat melulu pakai tandu keramat bak Jenderal
Sudirman.
Jojo sering dihukum ibunya tanpa alasan yang
jelas. Pernah suatu ketika Jojo dihukum karena menerima baju-baju Cubitus
pemberian Tasya, anak majikan Nani yang sekelas dengan Jojo. Namun, ketika Jojo
diberi baju-baju merek Supreme, barulah Nani bermulut manis menanyakan kaos
yang seukuran untuknya.
Ketika melakukan kesalahan, Jojo selalu dipukuli
oleh ibu angkatnya pakai kemoceng bulu ayam. Jojo sempat mengadu kepada Bapak
Gito, memperlihatkan luka memar yang didapatnya. Namun, Gito malah menghela
nafas sembari membuka kaos dan memperlihatkan lukanya juga.
“Jangan pikir lo doang, Jo! Bapak juga tiap malam
dipukulin ibu lo. Ibu lo kan penggemar seri novel Fifty Shades of Grey,” ungkap
Gito.
Benar saja, di suatu kesempatan, Jojo membuka
kamar ibunya. Dekorasinya didesain seperti Red Room Pain milik Christian Grey.
Di sana tersedia cambuk, rantai, flogger dan aneka tali-temali macam anak
pramuka.
Karena ketahuan masuk kamar ibunya tanpa izin,
Jojo diusir dari rumah. Ketika hujan, Jojo yang tidak punya tempat berteduh,
memelas minta masuk.
“Bu, ini Jojo, Bu. Jojo kedinginan, Bu.” Sembari
mengetuk pintu, Jojo terus memanggil ibu angkatnya.
“Jo, ini Ibu, Jo. Ibu mau tidur, Jo,” sahut ibu
angkatnya meledek.
Mendapat respons negatif, Jojo bertandang ke
rumah tetangganya, yakni Jejen. Di sanalah Jojo bertanya kepada ibunya Jejen
tentang asal-muasal dirinya.
“Jo, sudah saatnya kamu mendengar cerita ini,”
prolog ibunya Jejen sebelum flashback belasan tahun lalu. Kemudian, diceritakanlah
hari ketika Jojo ditemukan oleh Gito. Jojo akhirnya
tahu rahasia hidupnya bahwa dia hanyalah anak angkat.
“Bisa jadi orang tua kamu yang sebenarnya itu kaya-raya, Jo,”
terka Jejen.
Sejak hari itu, Jojo pun berkhayal dirinya akan
bertemu orang tua kandungnya. Setelah itu, dia akan hidup enak dan tak perlu
mengamen lagi. Malah mungkin dimasukkan ke sekolah musik. Khayalan itu
membuatnya malas belajar sehingga nilai ujiannya jeblok.
***
Sementara itu, ayah dan ibunya Joshua masih
berkeliaran di bandara sejak belasan tahun lalu. Mereka masih mencari anaknya yang
hilang seraya menceracau, “Di mana anakku? Di mana anakku?”
Terus gimana bang?
BalasHapusEnough. It's enough.
HapusEndingnya gimana nih? Hahaha
BalasHapusKok malah gue penasaran dan seriusin ceritanya ya? Hahaha
Selesai.
HapusMau marah yaa lord
BalasHapusTahan, tahan.
HapusDitunggu sekuel ke seratusnya
BalasHapusSaya nggak akan kuat.
HapusKalau hilang, beli lagi.
BalasHapusgue masih inget bener ini semua adegan dan ceritanya. jadi ngakak online karena ditabrakin sama zaman now yang literally hypebeast abees which is mantul. mantap betul.
BalasHapusmashoook, pak eko!
Hapus
BalasHapusCerita macam apa ini? Kenapa ceritanya menggantung seperti wanita yang bunuh diri dengan tali temali pramuka setelah menculik Han Yoo Joung?
Ceritanya sudah tamat dengan sad ending.
Hapus