Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.
Cara kerja asuransi jiwa memang aneh. Fasilitas itu bisa dinikmati ketika pemegang polisnya meninggal dunia. Sudah begitu, yang menikmati adalah keluarga yang ditinggalkan. Bukan orang yang tiap bulannya menyisihkan pendapatan untuk bayar premi asuransi jiwa tersebut.
Namun, begitulah sistem asuransi bekerja. Ia datang untuk melindungi peserta atau keluarga peserta yang tertimpa musibah dan risiko lainnya. Dengan mengikuti asuransi dan membayar premi, nasabah sadar telah melimpahkan risiko kepada perusahaan asuransi. Sebagian besar orang merasa tenang ketika hajat hidupnya diproteksi oleh asuransi.
Contohnya, teman saya yang baru beli mobil. Bersama mobil barunya, ia melalang buana ke seantero kota. Sampai beberapa kali terlibat kecelakaan kecil-kecilan, seperti nyenggol tipis-tipis mobil lain. Atau ban mobilnya terperosok selokan. Akibatnya, bodi mobilnya penyok seperti panci. Namun, ia tidak ambil pusing. Segala kerusakan itu akhirnya diperbaiki oleh bengkel. Biayanya? Ditanggung asuransi.
Hidupnya tenang sebagai pemegang polis asuransi kendaraan. Sewaktu kuliah finance di kampus, ia pernah melontarkan celetukan di kelas bahwa asuransi kecelakaan hadir di kehidupan ini agar kita lebih plong untuk kebut-kebutan di jalan. Sebuah pemahaman yang berbahaya.
Namun, setelah ia tidak memperpanjang asuransinya karena alasan keuangan yang pas-pasan, ia jadi lebih berhati-hati dalam berkendara. Soalnya kalau sampai celaka, ia harus membayar biaya perbaikannya sendiri. Sejak itu, ia tidak pernah nabrak mobil lain lagi.
Berbeda dengan asuransi kendaraan yang mampu ambil alih biaya akibat kerusakan, asuransi jiwa tidak bekerja demikian. Jiwa yang telah tiada itu tidak bisa dikembalikan. Jiwa tetap pergi, tetapi kenangannya tetap membekas di hati orang-orang yang menerima manfaat polis asuransi jiwanya.
Alasan saya pakai asuransi jiwa adalah tidak mau merepotkan orang lain ketika meninggal dunia. Sewaktu hidup, saya tidak mau bikin repot orang lain, begitu juga ketika sudah tiada. Namun, tentu saja saya tidak berharap keluarga saya menunggu saya meninggal dunia agar mendapatkan manfaat polis.
Saya tetap berharap panjang umur, tetapi saya juga bersiap dengan rencana cadangan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jika menjalani kehidupan saja direncanakan, kematian pun perlu dihadapi dengan persiapan.
Sebenarnya, tujuan asuransi jiwa adalah menanggung nasabah terhadap kerugian finansial yang diakibatkan dari kematian yang terlalu dini atau malah hidup yang terlalu lama. Loh? Kok hidup terlalu lama juga termasuk risiko? Lah iya. Kalau seseorang hidup sampai tua dan sudah tidak bisa menafkahi dirinya sendiri, perusahaan asuransi bakalan hadir untuk menanggung risiko tersebut.
Umumnya, asuransi jiwa di sini dikenal sebagai perlindungan ketika kepala keluarga meninggal dunia supaya anaknya tidak telantar. Dengan mengikuti asuransi jiwa, anak yang ditinggalkannya akan dilindungi secara finansial oleh perusahaan asuransi.
Saya sendiri memakai asuransi jiwa jenis unit link. Asuransi jiwa unit link ini tak hanya memberikan manfaat perlindungan dengan premi rendah, tetapi juga bisa sekalian investasi. Jadi, dapat asuransi kematian iya, investasi juga oke. Istilah kasarnya, hidup atau mati tetap untung.
Setiap bulannya, saya mendapatkan laporan tentang jumlah aset saya dalam bentuk unit link. Untuk jangka pendek, menang tidak begitu terlihat keuntungannya. Sebab asuransi jiwa unit link ini cocoknya untuk pemegang polis yang senang berinvestasi jangka panjang.
Sewaktu ditawarkan asuransi ini oleh agen, saya diiming-imingi produk investasi yang cocok untuk karyawan yang baru bekerja dan berniat menyiapkan tabungan. Tanpa ba-bi-bu, saya langsung menandatangani kontrak. Setelah itu, setiap bulannya, rekening bank saya terpotong saldonya secara auto debet untuk bayar premi. Investasi ini menambah semangat hidup untuk saya agar di masa depan bisa merasakan manfaatnya.
Namun, begitulah sistem asuransi bekerja. Ia datang untuk melindungi peserta atau keluarga peserta yang tertimpa musibah dan risiko lainnya. Dengan mengikuti asuransi dan membayar premi, nasabah sadar telah melimpahkan risiko kepada perusahaan asuransi. Sebagian besar orang merasa tenang ketika hajat hidupnya diproteksi oleh asuransi.
Contohnya, teman saya yang baru beli mobil. Bersama mobil barunya, ia melalang buana ke seantero kota. Sampai beberapa kali terlibat kecelakaan kecil-kecilan, seperti nyenggol tipis-tipis mobil lain. Atau ban mobilnya terperosok selokan. Akibatnya, bodi mobilnya penyok seperti panci. Namun, ia tidak ambil pusing. Segala kerusakan itu akhirnya diperbaiki oleh bengkel. Biayanya? Ditanggung asuransi.
Hidupnya tenang sebagai pemegang polis asuransi kendaraan. Sewaktu kuliah finance di kampus, ia pernah melontarkan celetukan di kelas bahwa asuransi kecelakaan hadir di kehidupan ini agar kita lebih plong untuk kebut-kebutan di jalan. Sebuah pemahaman yang berbahaya.
Namun, setelah ia tidak memperpanjang asuransinya karena alasan keuangan yang pas-pasan, ia jadi lebih berhati-hati dalam berkendara. Soalnya kalau sampai celaka, ia harus membayar biaya perbaikannya sendiri. Sejak itu, ia tidak pernah nabrak mobil lain lagi.
Berbeda dengan asuransi kendaraan yang mampu ambil alih biaya akibat kerusakan, asuransi jiwa tidak bekerja demikian. Jiwa yang telah tiada itu tidak bisa dikembalikan. Jiwa tetap pergi, tetapi kenangannya tetap membekas di hati orang-orang yang menerima manfaat polis asuransi jiwanya.
Alasan saya pakai asuransi jiwa adalah tidak mau merepotkan orang lain ketika meninggal dunia. Sewaktu hidup, saya tidak mau bikin repot orang lain, begitu juga ketika sudah tiada. Namun, tentu saja saya tidak berharap keluarga saya menunggu saya meninggal dunia agar mendapatkan manfaat polis.
Saya tetap berharap panjang umur, tetapi saya juga bersiap dengan rencana cadangan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jika menjalani kehidupan saja direncanakan, kematian pun perlu dihadapi dengan persiapan.
Sebenarnya, tujuan asuransi jiwa adalah menanggung nasabah terhadap kerugian finansial yang diakibatkan dari kematian yang terlalu dini atau malah hidup yang terlalu lama. Loh? Kok hidup terlalu lama juga termasuk risiko? Lah iya. Kalau seseorang hidup sampai tua dan sudah tidak bisa menafkahi dirinya sendiri, perusahaan asuransi bakalan hadir untuk menanggung risiko tersebut.
Umumnya, asuransi jiwa di sini dikenal sebagai perlindungan ketika kepala keluarga meninggal dunia supaya anaknya tidak telantar. Dengan mengikuti asuransi jiwa, anak yang ditinggalkannya akan dilindungi secara finansial oleh perusahaan asuransi.
Saya sendiri memakai asuransi jiwa jenis unit link. Asuransi jiwa unit link ini tak hanya memberikan manfaat perlindungan dengan premi rendah, tetapi juga bisa sekalian investasi. Jadi, dapat asuransi kematian iya, investasi juga oke. Istilah kasarnya, hidup atau mati tetap untung.
Setiap bulannya, saya mendapatkan laporan tentang jumlah aset saya dalam bentuk unit link. Untuk jangka pendek, menang tidak begitu terlihat keuntungannya. Sebab asuransi jiwa unit link ini cocoknya untuk pemegang polis yang senang berinvestasi jangka panjang.
Sewaktu ditawarkan asuransi ini oleh agen, saya diiming-imingi produk investasi yang cocok untuk karyawan yang baru bekerja dan berniat menyiapkan tabungan. Tanpa ba-bi-bu, saya langsung menandatangani kontrak. Setelah itu, setiap bulannya, rekening bank saya terpotong saldonya secara auto debet untuk bayar premi. Investasi ini menambah semangat hidup untuk saya agar di masa depan bisa merasakan manfaatnya.
Komentar
Posting Komentar