Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.
Jika Inggris punya The Beatles, orang
Indonesia punya batik Nusantara yang tersohor hingga mancanegara. UNESCO mengesahkan
batik sebagai Intangible Cultural Heritage of Humanity. Bahkan, konon motif batik
megamendung asal Cirebon menginspirasi mangaka Naruto Masashi Kishimoto dalam
mendesain jubah organisasi shinobi Akatsuki.
Batik punya pengaruh besar terhadap
budaya Indonesia. Selain itu, batik menjadi penggerak para pelaku usaha di
sektor industri konveksi dan kerajinan tangan. Sama seperti pengaruh The
Beatles terhadap perkembangan musik pop di dunia.
Sutradara Danny Boyle pernah membuat film yang
diambil dari judul lagu The Beatles, yaitu Yesterday. Alih-alih seperti
Bohemian Rhapsody yang melakukan reka ulang perjalanan karier Freddie Mercury
bersama Queen, film Yesterday justru melenyapkan The Beatles dari Bumi.
Premis tersebut justru membuat makna
eksistensi John Paul George Ringo jadi pembeda di dunia. Tanpa The Beatles,
tidak pernah ada band Oasis yang ditengarai banyak terinspirasi dari mereka.
Otomatis, di dalam negeri, kita juga tidak akan mengenal The Changcuters.
Di film Yesterday, seorang musisi
bernama Jack Malik menyanyikan lagu Yesterday dari The Beatles.
"Yesterday, paman datang.
Pamanku dari desa. Dibawakannya rambutan, pisang, dan sayur-mayur segala
rupa."
Namun, teman-teman Jack yang
mendengarkannya tidak tahu dengan lagu terkenal itu. Usut punya usut, setelah
kegelapan beberapa detik yang menimpa seluruh dunia, sejumlah hal besar lenyap
dari muka bumi. Salah satunya The Beatles.
Sebagai musisi yang kariernya centang
perenang, akhirnya Jack Malik mengakui lagu-lagu The Beatles sebagai
ciptaannya. Dari sanalah kariernya meroket. Namun, ia harus menghilangkan satu
hal besar dalam hidupnya: kejujuran.
Ketika popularitas sedang
naik-naiknya, Jack Malik juga dihantui dengan dosa-dosanya karena plagiat.
Sampai terbawa mimpi dirinya masuk talk show semacam Hitam Putih, lalu Deddy
Corbuzier mengundang Paul McCartney dan Ringo Starr sebagai pencipta lagu
aslinya.
Di titik ini, saya bertanya-tanya,
apakah memang harus melakukan pembohongan publik untuk bisa terkenal di dunia
keartisan? Soalnya lagu ciptaan Jack Malik sendiri malah dikeluarkan dari
albumnya. Yang diterima hanya lagu-lagu jiplakan saja.
Kalau benar begitu, tidak salah
sampai ada kredo: jika ingin populer mesti jadi pengikut Illuminati. Maksudnya,
menjadi pemuja iblis hanya perumpamaan saja. Substansinya adalah kebohongan,
kecurangan, dan penghianatan. Antitesis dari ajaran religius yang jujur, adil,
dan amanah.
Nyatanya, popularitas yang dibayar
mahal itu juga tak semanis yang diimpikan. Film drama musikal terlalu sering
menyelipkan pesan repetitif dengan menyajikan sisi pahit dari popularitas yang
fana nan hampa.
Setelah menenggak cawan kemahsyuran,
Jack Malik harus menjalani rutinitas di industri hiburan yang penuh kepalsuan.
Membuatnya tidak punya ruang privasi seperti hari kemarin. Akibatnya, depresi
menghantui.
Film ini juga menggoda penonton
Indonesia untuk berandai-andai jika di dalam negeri tidak pernah ada Dewa 19.
Apa jadinya? Otomatis kita bakalan kehilangan kesempatan mendengarkan suara
emas Once dan Ari Lasso yang menembangkan lirik-lirik puitis Ahmad Dhani.
Tentu saja kita tidak akan mengenal
Republik Cinta Management dan talent-talent yang dinaungi: The Virgin, Mulan
Jameela, Dewi-Dewi, T.R.I.A.D, The Lucky Luki.
Duo Ratu belum tentu ada. Apalagi Ahmad
Band. Andra and the Backbone pun tidak akan lahir karena Andra sendiri tidak
pernah ditemukan. Wah, ternyata banyak jasanya juga ya Mas Dhani. Semacam John
Lennon-nya Indonesia lah.
Ketika film Yesterday turun layar
dari bioskop, mudah-mudahan orang-orang di dunia tidak akan lupa dengan
ceritanya. Termasuk nilai-nilai kejujuran yang disematkan. Bahwa jalan kebahagiaan tidak melulu berbentuk
karpet merah popularitas. Tidak perlulah menjadi terkenal jika untuk
menggapainya harus berbohong dengan mengakui karya orang lain sebagai karya sendiri.
Nah, bagaimana jika batik juga menghilang
dari dunia ini? Lantas, satu-satunya orang yang mengingat batik hanya warga
negara Malaysia. Wah, kalau begitu ceritanya, budaya asli Indonesia bisa
diklaim negara tetangga lagi deh. Jadi, tanpa perlu membayangkan semua itu terjadi,
sudah sepatutnya kita bangga dengan batik Nusantara sebagai identitas bangsa.
Sumber: Indozone |
Poin ngena dari artikel ini ya itu, jangan mau nginjek karpet merah kalau hasil dari kebohongan. Kadang lupa merendah hati malah jumawa, sombong. Pasti pernah lah ngalamin dalam kehidupan sehari hari meski untuk urusan sepele.
BalasHapus