Langsung ke konten utama

Anak yang Dihasilkan Saya Bersama Tangan Saya

Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.

Pilihan Kredit Anda Menentukan Kualitas Hidup Anda


Dewasa ini, pinjaman online menjamur. Diimingi syarat mudah, banyak orang tergiur. Namun, yang perlu diingat pilihan kredit Anda menentukan kualitas hidup Anda. Dengan fasilitas kredit, nasabah bisa mempercepat memiliki barang atau dana segar yang diinginkan sebelum waktunya. Nasabah bisa merasakan manfaat suatu barang jualan lebih dahulu tanpa perlu melunasinya. Dengan begitu, taraf hidupnya akan naik.
S&K berlaku: Selama angsuran per bulannya lancar dibayarkan.
Kebijaksanaan sangat diperlukan dalam memilih fasilitas kredit ini. Jangan sampai utang justru membebani kehidupan finansial Anda. Ketika tak kuat bayar cicilannya, yang ada nanti jadi kepepet: membayar utang dengan berutang di tempat lain. Keadaan seperti itu hanya membuat nasabah dilimpahi bunga yang berlipat ganda.
Sebuah film pernah mengajarkan saya melalui dialognya yang sarat akan edukasi finansial.
"Uang sedikit, cukup. Uang banyak, tidak akan cukup." Begitulah kata Lukman Sardi di film Orang Kaya Baru yang naskahnya ditulis oleh Joko Anwar.
Siapa yang tidak merasakan keresahan itu di zaman sekarang?
Sewaktu jadi pelajar atau mahasiswa, seseorang bisa hidup senang dengan uang saku dari orang tua. Nominalnya memang hanya cukup untuk jajan dan ongkos, tapi hidup saat itu rasanya tentram tanpa dikejar daftar keinginan dan target macam-macam.
Setelah bekerja dan kenal duit, dunia berubah. Gaji rasanya tak pernah cukup. Bawaannya pengen sambat melulu di akhir bulan, sambil menelan obat mag. Apalagi setelah baca instastories Jouska dan thread Big Alpha di Twitter, yang bisa dilakukan hanya menelan kenyataan pahit: diri ini masih jauh dari standar kemapanan yang ditentukan pakar finansial.
Ketika menonton sinetron #KisahNyata di Indosiar berjudul 'Istriku Gila Belanja', I can relate. Di situ diceritakan sang suami jatuh miskin karena istrinya gila belanja, baik offline saat arisan maupun online ketika internetan. Sampai akhirnya, sang suami di-PHK, uang pesangonnya habis buat bayar tagihan kartu kredit istrinya doang.
Selama ini saya pun merasakan apa yang dirasakan protagonis di sinetron itu. Setiap bulan, 'saya yang bekerja' merasa dizalimi oleh 'saya yang gila belanja'. Ternyata selama ini di dalam diri saya ada figur suami dan figur istri yang tiap hari cekcok karena masalah keuangan.
Sebenarnya, apa sih yang bikin kita merasa kekurangan?
Haruskah kita mengalami konflik yang sama seperti Keluarga Cemara untuk belajar bersyukur dengan hidup? Harta benda yang dititipkan Tuhan kepada kita, dicabut dalam sehari. Setelah itu, sadar bahwa harta yang paling berharga adalah keluarga.
Untuk memahami bahwa tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan uang, apakah kita harus jadi Orang Kaya Baru dulu? Seperti baru menang judi di Las Vegas, kaya dalam semalam. Kemudian, gila belanja, beli ini-itu. Bayar gaji satpam, rekrut sopir, mempekerjakan asisten segambreng. Lantas sibuk dengan harta benda sampai jauh dengan keluarga.
Naik kelas sosial, masuk ke dalam pergaulan hedonis yang membahayakan karena rentan melanggar hukum. Harta yang diyakini bisa menyelesaikan masalah, ternyata malah bawa masalah baru.
Sampai akhirnya, tersadar bahwa hidup sederhana nan bersahaja ternyata masih ada manis-manisnya. Lebih sering kumpul dengan keluarga di rumah. Sebab mau jalan-jalan keluar juga nggak punya uang. Setidaknya bisa menjalani hidup dengan lebih santai. Tanpa beban pikiran diakibatkan banyak kepemilikan barang yang menyita perhatian dan perlu perawatan berkala.
Ketika rumah sumpek dengan beragam barang, orang masa kini terpikir mendatangkan Marie Kondo untuk bantu beberes. Di reality show Netflix, Marie Kondo diyakini bisa membuat rumah lebih lega dengan jurus-jurus jitu merapikan barang.
Marie Kondo punya jurus 'Spark Joy'. Sentuh suatu barang, lalu rasakan, apakah benda itu mendatangkan kebahagiaan.
Jika suatu barang menimbulkan rasa senang pemiliknya, berarti bisa disimpan. Jika tidak, bisa disingkirkan, atau dihibahkan. Kalau nggak mau rugi, dijual barang prelovednya di marketplace.
Barang-barang yang didapat dengan keringat sendiri, tentu memercikkan kebahagiaan dan menimbulkan kebanggaan tersendiri. Ketika duit cekak, pastilah seseorang hanya membeli barang yang benar-benar ia butuhkan. Ketika uang berlimpah, keinginan memiliki semakin menggila.
Jadi, sebelum memutuskan ambil kredit untuk mendapatkan suatu barang yang diidamkan, menabung bisa jadi opsi. Itu kalau Anda mau bersabar.



Komentar