Di tengah pandemi COVID-19, para dermawan pun bisa jadi sasaran cyber bullying netizen. Di antara mereka sebenarnya punya tujuan baik, tetapi caranya kurang tepat. Salahnya adalah mementingkan kepentingan konten daripada semangat kebaikan itu sendiri. Maka, tak segan-segan netizen melancarkan cyber bullying kepada target.
Sebagai catatan, berderma ada etikanya dan wajib diaplikasikan supaya tidak membuat penerima bantuan tersinggung. Atau dalam skala besar, masyarakat se-Indonesia yang tersinggung. Dalam adab bersedekah, hendaknya memberikan sedekah sebelum diminta, tidak diketahui orang lain saat memberikan, dan bersikap ramah kepada penerima.
Selama pandemi ini, setidaknya ada tiga blunder yang dilakukan para dermawan saat berbagi. Mari, flashback sebagai pengingat kita untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama supaya terhindar dari cyber bullying.
Pajang Foto Selfie di Barang
Pemberian
Bupati Klaten bagi-bagi hand
sanitizer kepada rakyatnya. Namun, botol-botol hand sanitizer itu dipasang
sticker foto dirinya sendiri. Hal ini memancing reaksi netizen. Masa di momen
pandemik masih sempat-sempatnya menyelipkan konten kampanye? Kalau sekadar pencitraan sih kayaknya masih boleh.
Gimmick ini dapat mengundang kegalauan sipil. Dengan menerima bantuan berlogo politikus, apakah rakyat harus balas budi dengan mencoblos wajah yang sama saat pilkada? Mengapa menerima bansos di tengah pandemi terasa seperti politik uang yang diperhalus?
Aktivitas Berbagi Dijadikan Konten Social
Experiment
Seorang YouTuber membuat video sok social experiment di tengah pandemi sekaligus momen bulan Ramadan. Ia menawari orang-orang untuk membatalkan puasanya pakai pizza. Jika mau, orang-orang tersebut bakalan dikasih hadiah uang 10 juta rupiah.
Gimmick seperti ini kerap kita jumpai di televisi yang menayangkan acara realitas bikinan Helmy Yahya. Dengan berbagai instalment yang menguji kepekaan sosial, penonton disuguhkan sikap heroik seseorang yang layak diganjar hadiah uang tunai karena kebaikan hatinya. Namun, menantang orang untuk batal puasa sudah melewati garis yang bisa ditoleransi.
Jika memang niat memberikan uang, mengapa sang kreator konten harus memfasilitasi seseorang untuk batal puasa? Kenapa tidak langsung saja berikan kepada orang yang kebetulan udzur dan nggak puasa? Pasti diterima uangnya dengan hati senang.
Mengerjai Penerima Bantuan
Di tengah pandemi, Ferdian Paleka tega membuat prank demi konten Youtube. Dibagikannya kardus mi instan berisi batu kepada transpuan. Padahal Ferdian Paleka itu Youtuber, bukan dukun cilik Ponari yang bisa mengubah batu menjadi ‘obat paling mujarab’ pada masanya.
Batu itu tetap menjadi batu sampai para penerima sembako sampah itu pulang ke rumah. Bisa bayangkan bagaimana raut kecewa di wajah keluarga mereka ketika kardus dibuka, ternyata isinya zonk? Padahal mereka tidak sedang ikut acara kuis yang dipandu Andhika Pratama itu.
Perkara ini sempat bikin warga setempat meradang dan menggeruduk rumah sang pelaku. Sampai akhirnya pihak berwajib pun turut mengusut kasusnya. Kabar terakhir, Ferdian akhirnya menghirup udara bebas setelah korban mencabut laporannya.
Hikmahnya, perkara ini mengundang Crazy Rich Surabaya turun tangan
untuk membalasnya dengan mencontohkan cara berbagi yang benar. Mereka
mendatangi rakyat yang rentan terdampak pandemi, lalu memberikan sembako dan
uang. Asli. Bukan kaleng-kaleng. Inilah oase di tengah padang yang gersang.
Aksi ini perlu diapresiasi sebagai
upaya menyingkirkan efek buruk dari viralnya prank sembako sampah. Pesannya, jangan hanya fokus
dengan perbuatan buruk satu orang. Sebab dunia ini belum kekurangan orang-orang
baik.
Semoga lebih banyak orang yang niat berbagi bisa belajar untuk tidak pamrih dan tidak membuat hati penerima bantuan berkecil hati. Yang terpenting, berilah sesuatu yang layak. Kalau memang cuma punyanya sampah, jangan diberikan kepada orang lain. Buanglah pada tempatnya.
Ini artikel yang gagal tayang di website sebelah?
BalasHapusBagus kan?
Hapus