Beberapa waktu yang lalu, saya, Heino, dan Pak Ziya melakukan kunjungan dinas ke kantor pusat di Jakarta. Kami berangkat dari Cilegon dengan mobil dinas kantor, dan suasana perjalanan terasa spesial karena kami sedang menjalani ibadah puasa menjelang lebaran.
Setibanya di Jakarta, kami disambut oleh suasana kantor yang sangat menyenangkan. Bos kami memberi THR tambahan sebesar 100 ribu rupiah untuk masing-masing dari kami. Rasanya sangat senang bisa pulang dengan sedikit rezeki tambahan di saku.
Setelah urusan kantor selesai, Pak Ziya, yang kebetulan juga menjadi sopir kami, mengantarkan kami ke depan rumahnya di Jakarta. Setelah itu, Pak Ziya pamit pulang dan berpesan kepada kami untuk langsung pulang ke Cilegon setelahnya. Pak Ziya menyerahkan kemudi mobil kepada Heino, yang kali ini baru pertama kali berkunjung ke Jakarta dengan mobil.
Heino memiliki rencana lain—dia ingin mampir ke kosan pacarnya, Dolia, yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Pak Ziya. Meskipun Heino belum berpengalaman menyetir di Jakarta, saya mengiyakan rencananya.
Namun, tak lama setelah kami meninggalkan rumah Pak Ziya, Heino tanpa sengaja memasuki jalur yang dikenakan sistem ganjil genap. Lalu, polisi menghentikan kami dan mengeluarkan tilang.
"Ya ampun, Heino! Kenapa sih masuk jalur ganjil genap?" seru saya, cemas.
"Saya salah lihat rambu, Haris. Maaf, ini kesalahan saya," jawab Heino, tampak panik.
Di tengah kepanikan itu, kami harus membayar denda tilang yang cukup besar. Sayangnya, uang THR yang baru saja kami terima dari bos menjadi satu-satunya uang yang tersedia. Dalam waktu singkat, uang THR tersebut lenyap digunakan untuk membayar denda.
"Seandainya kita menuruti kata Pak Ziya dan langsung pulang, mungkin kita tidak perlu mengalami ini," ucap Heino dengan nada menyesal.
Tentu saja, pengalaman ini mengajarkan kami beberapa hal berharga tentang sistem ganjil genap di Jakarta. Sejak diterapkan pada tahun 2016, sistem ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara di ibu kota. Aturan ini berlaku setiap hari Senin hingga Jumat dari pukul 06:00 hingga 10:00 pagi dan 16:00 hingga 21:00 malam.
Sistem ganjil genap membatasi kendaraan dengan pelat nomor ganjil atau genap untuk melintas di jalan-jalan tertentu sesuai dengan tanggal yang sama. Misalnya, pada tanggal ganjil, hanya kendaraan dengan pelat nomor ganjil yang bisa melintas, sedangkan pada tanggal genap, hanya kendaraan dengan pelat nomor genap yang diperbolehkan. Beberapa jalan yang terkena aturan ini antara lain Jalan Sudirman, Thamrin, dan Gatot Subroto.
Namun, ada beberapa kendaraan yang dikecualikan dari aturan ini, seperti kendaraan dinas dengan pelat merah, kendaraan pemadam kebakaran, ambulans, dan angkutan umum dengan pelat kuning.
Jika kamu sering berpergian di Jakarta, penting untuk selalu memeriksa informasi terbaru mengenai ganjil genap agar tidak mengalami kejadian serupa seperti kami. Biasanya, informasi ini bisa diakses melalui media sosial atau aplikasi yang menyediakan update tentang aturan lalu lintas.
Meskipun perjalanan dinas kami saat itu berakhir dengan denda tilang, pengalaman ini jadi pelajaran berharga untuk lebih berhati-hati dalam mematuhi aturan lalu lintas. Semoga cerita ini bisa jadi pengingat bagi kita semua untuk lebih memahami dan mematuhi peraturan yang ada di kota besar seperti Jakarta.
Jika kamu ingin tahu lebih banyak tentang aturan ganjil genap dan tips menghindari pelanggaran, kunjungi artikel tentang Ganjil Genap Jakarta di Planet Ban berikut.
Komentar
Posting Komentar