Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.
NAH!
Berhubung blog ini masih hangat-hangat pantat ayam,
saya mau mengundang teman-teman saya untuk mampir. Jadi, saya punya acara di
sini. Saya menamai acaranya “Ngobrol-Ngobrol Ngondek”. Setiap tamu akan diajak
ngobrol santai bersama saya. Ngomongin prahara hidup, problematika rumah-tangga serta stabilitas bangsa.
Untuk di episode kali ini, bintang tamunya adalah
blogger senior yang pernah mengundang saya di blognya. Ya, kita sambut saja….
Hadi Kurniawan!
“Selamat datang di rumah baru saya. Gimana? Keren
gak rumah baru saya? Keramiknya masih kinclong. Sofanya belum dicakar kucing.
WC-nya belum mampet.” Saya memamerkan isi rumah kepada tamu pertama ini.
Hadi cuma cengengesan. Gingsulnya menyembul. Lalu dia berkata, “Oh ya, makasih udah diundang. Ini aku duduk enaknya di mana ya?”
“Duduk di muka aja. Di samping pak kusir yang sedang
bekerja overhoul.” Saya mempersilahkan. “Oh ya, kenalin diri dulu dong. Biar
pemirsa kenal. Kan ada pepatah 'Tak kenal maka tawuran'.”
“Ini aku pake kata ganti orang pertama ‘gue’ apa
gimana sih?” Hadi bingung.
“Bebas. Pakai ana-antum biar syar'i juga boleh.
Emangnya Dwita aja yang boleh syar'i? Dwitasyar'i,” jawab saya penuh ramah-tamah.
“Oh ya, kamu belum ngenalin diri. Kenalan dong. Jangan malu-malu kayak anak
magang gitu ah.”
Hadi menatap CCTV dan menyapa, “Hai!”
Hadi melanjutkan, “Emang udah terkenal banget
pepatah jadul yang bilang kalau tak kenal maka tak sayang. Tak sayang maka tak
cinta. Tak cinta maka tak kawin. Ya, gak, Ris? Kita nikah yuk! Eh itu judul
sinetron deng.”
Saya gemetar karena Hadi ngajak nikah. Ternyata dia
malah nyebutin judul sinetron.
“Jadi kenalin, nama lengkapku Hadi Kurniawan. Aku
admin di akun @had1k di twitter. Cowok kampungan yang gingsulan. Baru saja move
on dari skripsi. Suka makan sawi. Sering dipanggil Kentang,” beber Hadi sembari merentangkan tangan layaknya pesulap setelah berhasil menggergaji kepala orang tapi berhasil nyambung lagi.
Saya kembali bertanya padanya, “Bisa diceritakan
pengalaman sidang skripsi kemaren? Katanya celana sampeyan sempet robek ya
sewaktu nunggu dipanggil dosen penguji? Itu sengaja dirobekin biar mengacaukan
konsentrasi dosen penguji? Atau malah peraturan di kampus ente emang begitu?
Mau masuk ruang sidang harus nyobek celana kayak mau masuk bioskop harus nyobek
karcis gitu.”
Sebelum menjawab, Hadi menerawang sejenak.
“Sidang tanggal 6 maret kemaren. Alhamdulillah
lancar. Groginya luar biasa. Nah itu kejadian celana robek karena kekecilan.
Padahal baru beli. Dua hari sebelum ujian beli, dapat nomor satu angka lebih
kecil dari yang biasanya kupakai. Waktu mau jongkok. Ini pas dalam keadaan
ujian. Langsung jebret. Koyak sampe ke lutut,” tutur Hadi.
Saya membekap mulut. Dramatis.
“Jadi waktu sidang itu aku sibuk fokus jawab
pertanyaan dosen sambil megangin celana yang udah kayak rok,” lanjut Hadi. “Selesai
sidang langsung nyari kawan cewek yang jilbaban. Minta peniti, dikasihnya jarum
pentol yang kecil banget. Itu pun patah. Untung lagi jam makan siang. Aku bisa
pulang dulu ganti celana.”
Saya mengelus dada. “Syukurlah.”
“Nah, kita ke pertanyaan selanjutnya. Gimana
perasaannya setelah dapat kabar novel perdana kamu bakal terbit? Senang kah?
Atau malah biasa saja seakan itu hal yang wajar dan suatu keniscayaan?” Saya
mengedikkan bahu.
Hadi menjawab, “Belum terbit kok. Kayak bayi belum
lahir gitu. Apa yang mau diceritain?”
“Tema bukunya apa tuh, Coy?” Saya memancing jawaban.
“Oh ya temanya agak mainstream sih. LDR. Mungkin
udah ketebak isinya kayak gimana.
Bedanya di sini disajikan dengan gaya teenlit yang agak humor,” terang
Hadi.
“Wah keren juga ente,” puji saya. “Temen saya juga
ada tuh yang nerbitin buku tema LDR. Sekarang udah kebeli mobil. Semoga dengan
terbitnya novel ini, kamu juga bisa kebeli mobil serta novelnya Dijah Yellow ya.”
Saya diam. Hadi diam. Saya tau ini awkward moment.
“Pertama dapat kabar tentu saja seneng. Aku nyengir.
Aku emang tak kuasa kalau tak nyengir,” Hadi menuturkan perasaannya. “Bersyukur lah ternyata mampu juga bikin
buku. Semoga bisa diapresiasikan dengan baik oleh khalayak sih. Dan semoga
laku. Aamiin.” Hadi melepas doa ke udara.
Sebelum kembali menanyainya, saya turut mengamini
doanya.
“Nervous gak sih? Buku kamu kan terbitnya berdeketan
dengan rilisnya novel Dijah Yellow. Apa kamu gak takut bersaing dengannya?”
tanya saya.
“Gugupnya malah waktu ditelpon Mas Gari waktu
ngabarin kalau naskahku diterima. Oh iya ya, semoga buku ini nantinya selaris
bukunya Kakak Dijah lah. Rejeki mah gak bakal ketukar. Lagian Kakak Dijah asik
dengan dunia sastranya. Aku pun sama. Dan lagi, aku dan Kakak Dijah sudah
berbeda keyakinan sih. Dari situ kadang aku ngerasa kayak ibu Polwan. Sedih.”
Hadi menirukan ekspresi meme polwan.
“Jadi, Mas Hadi gak takut bersaing dengan Dijah
Yellow ya. Haha. Nice! Thank you!” Saya meniru ekspresi meme Kak Dijah.
Hadi ikut meniru ekspresi meme Kak Dijah.
“Kalau Kak Dijah kan butuh waktu 9-10 hari untuk
menyelesaikan novelnya. Kalau Mister Hadi sendiri butuh tisu berapa lembar
untuk menemani nonton drama Korea?” tanya saya dengan mimik muka serius.
Hadi menjawab, “Aku malah nonton iklan mulu sih
sekarang.”
“Wah, jadi Kang Hadi lebih suka nonton iklan ya
daripada nonton drama Korea,” ucap saya pasrah.
“Lebih suka lihatin kamu sih. Daebak!” Hadi mengedipkan
mata.
Saya kembali gemetaran.
“Bisa diceritakan suka-dukanya menulis novel Long
Distance Relationsick ini? Apakah pernah mengalami mati lampu saat sudah ngetik
banyak dan lupa di-save? Ataukah pernah ngetik naskah, tapi begitu sudah dapat
banyak halaman, baru sadar ngetiknya di mesin tik kantor polisi?” Saya lanjut
bertanya.
Hadi menjawab, “Iya pernah. Gondok juga. Ini
notebook yang kupakai batrenya zonk. Modalnya emang colokan. Pernah waktu udah
ngetik banyak tiba-tiba mati. Belum disimpan. Dan hilang. Semuanya menghilang.
Tak ada yang memedulikan aku lagi. Apalagi ibu Polwan. Mesin tik udah gak musim
kayaknya. Sekarang musimnya ngerasa sedih.”
“Itu kan dukanya. Dukunya gimana?” Saya
menyuguhkannya keranjang buah berisi duku, cereme dan cempedak.
Hadi menjawab sembari mengupas kulit duku, “Ini kan ditulis waktu skripsi. Aku
ninggalin skripsi demi ini. Sukanya, suka ngayal aja sih. Suka nanya nanya juga
ke pelaku LDR kayak kak Richa Miskiyya. Jadi lebih kerasa pendalaman
karakternya itu. Suka nanya ke kamu juga kan tentang teknik nulis. Yang
berhasil berarti kamu. Berhasil mewariskan ilmu yang kamu punya. Hebat kamu!”
Saya mengabaikan pujiannya. Hadi tertunduk diam.
“Oh ya, apa sih yang melatarbelakangi kamu menulis
novel? Apa karena kamu juga LDR dengan jodoh kamu di masa depan?” tanya saya
sembari batuk samar berbunyi, “Jomblo!”
“Latar belakangnya kayaknya karena aku masuk di geng
author. Itu semacam grup di WA yang isinya Dion, Vivie Hardika, Aida Asyifa,
Atfa dan Fikri. Dion bilang 'lo bisa
Tang!'” jawab Hadi mengingat masa mudanya bersama geng author.
“Dari situ jadi semangat. Belum lagi, Dion dan Vivie
yang produktif banget begitu. Secara gak langsung nularin semangatnya sih,”
lanjut Hadi.
“Sebenernya terjun langsung jadi pelaku LDR ada
baiknya sih. Tapi ya gak pengaruh. Sama halnya dengan kamu gak harus koplak
untuk menulis 3 Koplak Mengejar Cinta. Atau kamu gak kudu punya indera keenam
untuk menulis cerita horror. Mungkin gitu,” tambah Hadi.
“Eh emang benar Mas Hadi jomblo? Isnanto itu siapa,
Mas?” Saya mulai kepo masalah asmara.
Hadi menjawab “Isnanto Fitriansyah itu gubahan akun
dari Rian TheNantzer. Kupikir dulu itu cuma akun robot sih. Ternyata beneran
ada orangnya. Dia penggemar majalah Story sih dulu. Pertama kali kenal waktu
curhatan erorku nampil dalan majalah itu.”
“Sempat ketemu Isnanto juga di hotel ya? Ngapain,
Mas?” saya tambah kepo.
“Sempat. Di hotel waktu ada pengumuman Lomba Cerpen
yang salah satu jurinya adalah Bang Beny Arnas. Kita gak menang sih. KZL,” Hadi
memasang tampang gregetan.
“Wah,
pertemuan yang mengesankan ya. Semoga Hadi-kun dan Mas Isnanto bisa terus
bersama ya.” Saya mengulum senyum kemenangan.
“Iya,” jawab Hadi pasrah.
“Bang Hadi ada pesan-pesan untuk mereka yang ingin
menulis buku pertama?” tanya saya lagi.
Hadi berpesan, “Tulislah apa yang kamu suka. Pede
aja. Niatin dengan penuh tekat. Karena sesuatu berawal dari situ. Jangan lupa
nyengir, ini biar gak suntuk sih.”
“Wah,
kata-katanya menginspirasi sekali, Mas.” Saya tepuk tangan di tengah
keheningan.
“Kesibukannya sehari-hari apa, Mas? Selain nulis,
hobinya apa nih? Saya dengar, Mister Hadi juga suka nyanyi-nyanyi di
soundcloud. Bisa diceritakan asal mula terbentuknya Selat Sunda?” saya
membelokkan pertanyaan.
Hadi jawab, “Cuma suka nyanyi. Aslinya gak bisa
nyanyi. Musik ke mana nada ke mana. Kalau kemaren sibuk skripsi. Sekarang sama
sekali gak sibuk.”
Hadi langsung rebahan di sofa tanda dia tidak sibuk.
Hadi melanjutkan, “Dulu dijelasin guru, katanya akibat
letusan Gunung Krakatau yang menyebabkan terbelahnya pulau Jawa menjadi dua
bagian, lantas disebutlah pulau Sumatera. Jarak antara kedua pulau itu disebut
Selat Sunda. CMIIW.”
“Wah, jarak
itulah yang memisahkan kita berdua. Aku di Jawa, kau di Sumatera. Kita memandang
langit yang sama.” Saya nyanyi lagu RAN ala Syaiful Jamil.
Hadi bergoyang mengiringi nyanyian saya. Di situ
kadang kami merasa seperti Duo Pedang. Saya jadi Bang Ipul, Hadi jadi Nastar
KDI.
“Oh ya, ngomong-ngomong musik, lagu apa nih yang
cocok didengarkan sembari baca novel LDR-sick karya Uncle Hadi? Apakah Dekat di
Hati-nya RAN? Ataukah Tombo Ati versi seriosa?” cecar saya.
Hadi menjawab dengan nada-nada absurd yang menjadi ciri khasnya di soundcloud, “Lagu-lagu tua.
Nostalgia gitu. Yang liriknya gini: untuk siapa aku dilahirkan. Kutercipta juga
untuk siapa. Ah jaga selalu hatimu juga asik kok, Seventeen. Atau Lagu Rindu
Kerispatih.”
“Begitu ya, Mas.” Keringat sebiji jagung menetes
dari jidat saya.
“Untuk pertanyaan terakhir nih, Mas. Bisa kasih
pesan-pesan motivasi dan tips-tips nakal untuk saya supaya konsisten ngeblog?
Mas Hadi kan udah lama ngeblog nih. Postingannya juga udah bejibun. Saya ingin
seperti Mas Hadi.” Saya menyodorkan last
question padanya.
“Aku bukan blogger yang aktif. Kayaknya gak pantes
ngasih tips.” Hadi merendahkan hati untuk meninggikan mutu. “Mungkin konsisten
update blog aja kali, konsisten dengan content blog, pasang template yang sesuai
karakter mau beli atau donlot gratisan ga masalah atau kalau bisa bikin dewek
ya bikin. Rajin blogwalking biar bisa move on dari mantan.”
Saya terbakar ketika Hadi menyebutkan kata terlarang
versi bajak laut itu.
“Jangan posting tulisan yang terlalu panjang. Biasanya
yang komen malas baca dan asal komen gitu.” Hadi cengengesan dengan mata memicing
licik.
Di situ saya sadar kalau postingan kali ini lumayan
panjang. It’s a trap!
“Jadi ini terakhir? Oh oke. Makasih banyak udah
diajak ngobrol. Aku suka banget kalau ngobrol. Apalagi diajakin pacaran. Btw,
ada kenalan cewek gak? Hehe.” Hadi masih cengengesan.
“Wah, terima
kasih saran-sarannya, Om. Semoga Kak Hadi tetap konsisten ngeblog. Oh, Bang
Hadi mau kenalan cewek? Saya ada sih. Tapi mantan saya, mau?” Saya memicingkan
mata licik.
“Tapi mantan saya rata-rata udah punya pacar baru,
Bro. Oke deh. Saya juga ucapkan hatur nuhun kepada Kang Mas karena sudah sudi
ditanya-tanya dan dibeberkan aib-aibnya. Semoga Mister Hadi gak kapok ya datang
kemari.” Saya membukakan pintu keluar kepada Hadi.
Hadi pamit sembari menenteng satu sikat pisang
tanduk sebagai buah tangan.
***
Baik, pemirsa. Selesai sudah acara Ngobrol-Ngobrol
Ngondek bersama Kang Mas Hadi 'Kentang' Kurniawan. Dari obrolan ini kita dapat
pelajaran bahwa Pulau Jawa dan Pulau Sumatera terpisah karena letusan Gunung
Krakatau.
Sampai jumpa di Ngobrol-Ngobrol Ngondek berikutnya.
Tentunya bersama tamu-tamu yang unik dan cihuy. Sekian dari saya, Haris Firmansyah.
Lucu om
BalasHapusMakasih ya Yun. Sekarang saya bisa tidur dengan nyenyak. :D
HapusBiasanya harus dinina-kobokan dulu
Hapus-_-
iya sambil pegang kuping emak.
HapusKuping Papi siapa yang gantungin? -_-
HapusAku
HapusLucu
BalasHapusMakasih ya. :D
HapusGari itu kalo gak salah penulis novel 'penyunting sinting' kan ya? :D
BalasHapussukses buat novelnya ... semoga bisa bikin yang baca jadi bahagia dan merona~
Iya, kalau gak salah terbitan Bukune ya?
HapusWah, novel Hadi bakal terbit di Media Pressindo, ya?
BalasHapus*abaikan Haris*
Eh kok udah tau Do? Wk
HapusDo...
HapusNjir, gak ada perjanjian sebelumnya buat nyama-nyamain ke orang. Ris, pelis lah. Masa aku mirip Nasar KDI sih? Aku kan mirip mas Tukul.
BalasHapusPffft.
Pfffft.
HapusNgakak... :-D
BalasHapusmakasih udah berkunjung, kilan. :D
HapusHAHA.... Lucu banget kak!
BalasHapusWalau postingannya panjang tapi nggak kerasa.... ngalir aja kayak airmata pas ditinggal mantan (maaf, kata terlarang)...
Jadi pengen tahu, bener nggak sih, selat sunda itu kebentuk gegara letusan gunung krakatau? (sercing deh....)
Ih kamu ngucapin kata terlarang. Di blog ini dilarang ngucapin kata (maaf) mantan. Hahaha. Coba silaturahmi ke guru IPS. :D
Hapushahaahahaaa hahahah
BalasHapustanggung jawab, perut saya sakit habis baca ini gara2 ketawa =D
Ngakak asli sumpah. Tapi rada geli pas kita nikah itu. -_-
BalasHapus