Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.
Siapa yang menyangka jika di bulan yang sama setelah kamu menuliskan rasa syukur dengan pekerjaan impian di gedung tinggi Jakarta, terjadi hal yang di luar dugaan? Seperti terserang penyakit ain dari evil eye s yang mampu merenggut apa yang sudah kamu capai. Baru hari-hari pertama di umur 32 tahun, kamu harus berkompromi dengan hal besar dalam karier, yaitu lay off . Tidak peduli jika dedikasi dan kerja kerasmu pernah membuahkan penghargaan media terbaik untuk tempat kerjamu, jika kontrak sudah habis, kamu harus kembali membuka LinkedIn dan Jobstreet untuk mencari pijakan baru. Sungguh siklus hidup yang seperti roller coaster. Kamu resign dari tempat kerja lamamu di kota asal, merantau ke Ibukota untuk akhirnya terancam jobless 2 tahun kemudian. Kamu harus merelakan pekerjaan impian dengan seluruh fasilitas kantor yang nyaman dan tim yang menyenangkan. Kamu merasa seperti ingin mati saja. Setelah ujian hidup bertubi-tubi yang berat, kamu juga masih harus bingung dengan pekerjaan...