Langsung ke konten utama

Anak yang Dihasilkan Saya Bersama Tangan Saya

Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.

Fajar Sahrul: "Makna Titik Enam di Kepala Mulyono"

AH!

Akhir-akhir ini, tobat jadi trend di kalangan anak muda. Hal ini diawali oleh Mulyono, seorang suami durjana yang bertaubat setelah dibacakan ayat suci oleh seorang ustadz. Menyusul setelah itu, tokoh-tokoh lain berbondong-bondong meminta ampun kepada Ilahi, yakni Sang Pembajak Karya, Mulyani, dan terakhir Gorgom. Dan ternyata masih banyak ragam pertaubatan lainnya.

Siapakah dalang di balik pertaubatan massal ini? Tidak lain, tidak bukan dan tidak tidak adalah….

Mas Fajar Sahrul!


 Sang Fenomenal Pembuat cergam Pertaubatan Mulyono.

Berkat negosiasi yang dilakukan Bang Roll, saya diberi kesempatan untuk Ngobrol-Ngobrol Ngondek dengan Mas Fajar. Dikarenakan saya sungkan meminta Mas Fajar untuk ikut ngondek, jadi di obrolan kali ini saya ngondek seorang diri.

“Mas Fajar, saya Haris, Mas,” saya mengenalkan diri. “Saya pengen ngobrol-ngobrol perkara komik religi karya Mas Fajar yang menyentuh kalbu itu.”

Mas Fajar duduk di sofa dan langsung menghadap CCTV. Tidak ada konflik berarti di momen ini. Tidak seperti bintang tamu-bintang tamu sebelumnya yang canggung dan penuh curiga.

“Sebelumnya, terima kasih sudah menyempatkan waktunya, Mas. Yang ingin saya tanyakan, dari mana ide penciptaan komik Pertaubatan Mulyono?” Saya langsung bertanya tepat di poin utama. “Saya perhatikan, komik ini jadi debut yang menggemparkan jagat FB. Sampai dibikin berbagai macam versi dan parodi.”

“Pertaubatan Mulyono awalnya dibuat Januari silam,” tutur Mas Fajar. “Idenya sih dari kejenuhan di tempat kerja. Saya mencoba bikin komik. Karena terbatas media, maka jadilah cergam (cerita bergambar). Karakter dan penamaan karena ketidak-sengajaan langsung aja dibuat. Namun memang penyampaiannya cukup serius meski banyak yang bilang gambarnya konyol dan kisahnya ngawur. Hahaha.”

Mas Fajar ketawa. Saya diam saja.

“Tapi pada akhirnya banyak yang suka. Bersyukur juga banyak yang bikin parodi sampe jauh dari original kisahnya Mulyono. Sehingga kreatifitas saya sendiri termotivasi untuk membuat yang lebih baik,” tekad Mas Fajar.

“Wah, jadi begitu ya, Mas. Bisa disebutkan apa saja media yang digunakan Mas Fajar dalam membuat cergam? Mungkin ini bisa jadi inspirasi bagi mereka yang ingin ngomik tapi ada keterbatasan media, gak bisa pake aplikasi gambar,” tanya saya lagi.

“Pake binder. Beberapa pake kertas kosong, pensil, pulpen dan spidol. Untuk ngambil gambarnya pake handphone,” jawab Mas Fajar sembari menunjukkan alat-alat menggambarnya yang disimpan di kotak pensil gambar Barbie.

“Wah, ternyata praktis ya, Mas.” Saya manggut-manggut. “Nah, saya jadi kepikiran dengan titik enam di kepala Mulyono. Simbol apakah itu? Jelmaan Kuririn dari Dragon Ball kah? Ataukah itu cuma kumpulan tahi lalat yang letaknya kebetulan rapih?”

“Simbol enam itu sebenarnya hanya simbol ketidak-sengajaan. Seringkali orang salah kaprah dan menjustifikasi itu sebagai identitas pemeluk agama atau ajarannya,” curhat Mas Fajar. “Lebih tepatnya, itu simbol rentetan bintang kejora yang dipakai kaum Mesir kuno sewaktu membangun Piramida Giza.”

Saya manggut-manggut, serius menyimak.

“Tiga titiknya berada di bumi dan tiga titik lainnya berada di jagat raya,” lanjut Mas Fajar. “Padahal saya gak tau astronomi. Tapi gitu aja jawabannya biar pandangan pembaca gak terlalu jauh.”

Saya agak pusing sesaat setelah menyimak penjelasannya. Bintang kejora. Mesir kuno. Piramida Giza. Apa-apaan itu?

“Pernah mendapat keluhan atau protes dari pembaca terhadap karya-karya yang Mas Fajar bagikan?” tanya saya tajam.

“Ya banyak sih keluhan, mulai dari gambarnya sampai ceritanya. Tapi selama ini memang berkarya itu tak pernah lepas dari yang namanya pro dan kontra. Asyikin aja sih,” ucap Mas Fajar asyik.

“Kalau menurut saya, gambar dan cerita yang beda itulah yang bikin karya Mas Fajar menarik. Lucu aja penyelesaian konfliknya.” Saya ketawa. Mas Fajar diam saja. Saya ikut diam, lalu kembali bertanya, “Kepikiran untuk menerbitkan karya-karya Mas Fajar menjadi buku komik, gak, sih?”

“Wah pengen banget! Cuma gak tau syarat dan tata caranya gimana. Soalnya memang saya kurang banyak tau soal perkomikan. Hahaha.” Mas Fajar tertawa.

Saya diam saja.

“Tapi mungkin ada saatnya dijadikan komik tuh. Mantap,” tekad Mas Fajar.

“Semoga obrolan kita ini bisa sampai di mata penerbit ya. Sebab, kalau komik religi ini diterbitkan, tentu akan banyak mata batin yang tercerahkan dan bisa melihat jalan menuju pintu hidayah.” Saya berkata serius.

“Iya bener, setidaknya ada usaha lah tentunya,” tambah Mas Fajar.

“Dilihat dari komik yang Mas Fajar buat, Mas Fajar ini orangnya lucu, polos dan menunjung tinggi nilai-nilai tauhid. Apakah di kehidupan sehari-hari memang aslinya seperti itu?” saya mulai kepo masalah pribadi.

“Di kehidupan aslinya sulit mendeskripsikan diri saya sendiri. Mungkin jawaban sederhana menjawab kedua pertanyaan tersebut.” Mas Fajar menjawab diplomatis.

Saya gagal mengorek kisah pribadinya.

“Bisa kasih tips-tips imut bagaimana membuat karya yang bisa diapresiasi sedemikian heboh? Sebab ini fenomena baru setelah buku novel Dijah Yellow yang dibuat 9/10 hari itu.” Saya kembali menggulirkan tanya kepadanya.

“Wkwkwkwwkwkwkwkwk. Dijahyellow,” Mas Fajar ketawa absurd, air mata haru menetes dari matanya.

Saya kaget. Terpukau dan terhenyak. Tak menyangka seorang komikus religius yang dikagumi khalayak bisa tertawa seperti itu. Mungkin sebelum menyebut nama Dijah Yellow, Mas Fajar memang harus tertawa bebek dulu untuk menghargai sang pelopor selfie duck face itu. Semua orang tentunya punya tradisi sendiri dalam menyebutkan nama Dijah Yellow, bukan?

“Ya saya gak tau kenapa bisa heboh. Awalnya yang di-share itu cergam Awal Perjuangan, tapi mungkin orang penasaran nyari album, terus ketemu Pertaubatan Mulyono. Soalnya tau dari notif facebook. Awalnya emang yang di-share itu Awal Perjuangan. Tapi ya entah kenapa yang terkenal malah Pertaubatan Mulyono. Hahahahaha.” Mas Fajar ketawa lagi.

Setelah berhenti ketawa, Mas Fajar melanjutkan. “Tipsnya berkarya sepenuh hati. Jangan patah semangat. Apresiasi dari orang lain terlihat kalau bikinnya pake semangat yang mantap.”

“Wah. Tipsnya sangat menggelora di dada ini. Oke, siap! Aku akan tetap semangat dan berkarya sepenuh hati!” Saya terbakar. “Terakhir nih, Mas. Apa harapan Mas Fajar dengan dunia komik Indonesia?”

“Komik harus berkembang dalam segi gambar (motivasi untuk saya) dan juga cerita. Tetap semangat mengejar cita-cita. Jangan ragu, jika salah tetaplah rendah diri,” pesan Mas Fajar.

“Apa ada yang ingin Mas Fajar sampaikan kepada para fanboy dan fangirl cergam Mulyono dkk.?” Tanya saya.

“Terima kasih buat semuanya, baik itu yang sudah share bahkan mengkritik. Mohon doa semuanya agar tetap bisa berkarya,” tandas Mas Fajar.

“Oke, Mas. Saya akan sampaikan kepada para pembaca setia komik religi Mas Fajar. Terima kasih Mas Fajar sudah meluangkan waktu untuk ditanya-tanya. Semoga Mas Fajar diberi kesehatan agar bisa terus berkarya. Saya tunggu karya Mas Fajar selanjutnya, atau mungkin buku komik? Siapa tahu.” Saya menyalami Mas Fajar.

Mas Fajar pun pulang dan berjalan ke arah kebaikan.

***

Nah, itulah hasil obrolan saya bersama Mas Fajar Sahrul. Pelajaran yang bisa kita petik dari obrolan ini adalah kaum Mesir kuno membangun Piramida Giza menggunakan rentetan bintang kejora. Sekian dari saya, Haris Firmansyah.

Komentar

  1. Jangan-jangan titik enam itu titik-titik yang ada di domino, kan hobi si Mulyono berjudi... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi, Rest. Saya kalau jadi Laksmi, mungkin udah mengocok kepala Mulyono sebagai dadu saat bermain monopoli dengan ibu-ibu tetangga.

      Hapus
    2. Sayang, Laksminya terlalu baik.

      Hapus
  2. Om Pange, itu tiap kali wawancara selalu diajakin ke rumah, ngelambai-lambai ke cctv ... Itu perekrutan buat bikin grup nasyid apa gimana ya???
    :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya emang begitu ciri khasnya, Yun. Karena gak ada kamera kayak reality show atau talkshow gitu, saya pakai CCTV boleh pinjem dari Indomaret sebelah.

      Hapus
  3. Pantas aja cctv di rumahku hilang -_-

    BalasHapus
  4. Jadi ini dia pencetus si Laksmi Leher Patah Mata Belo-belo?
    Kok dia nggak belo sih matanya? Ah setelah kuperhatikan, belo sedikit. ^^

    Asyik ya jadi mendadak terkenal dengan kreatifitasnya yang nggak segaja. Aku pengen deh gitu. Lumayan, buat penggebrak popularitas ekekekeke...

    Ada ide, aku harus gimana biar langsung bombastis?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamu nerbitin buku novel yang lebih mahal dari Rembulan Love aja. :D

      Hapus
    2. jangan terlalu diperhatiin sih mbak Vin, nanti naksir lho...hohooohoo

      Hapus
  5. Jadi pengen ngobrol sama Mas Fajar juga euy.

    BalasHapus
  6. Njir. Dibagian kreditnya gak ada nyebutin "Say thank you-nya" buat bangroll. Padahal bangrol yg bikin link terjadinya bincang-bincang tak senonoh ini. Ah gak asik. Balikin keperawanan Mz Fajrul!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya. Saya lupa, Bang. Padahal saya mau nulis kalau saya dan Abang itu kayak duo The Interview. :D

      Hapus
    2. Udah saya tambahin nama Bang Roll tuh. Tengkyu!

      Hapus
  7. Mas Fajar ini serius-serius gemana getoh yak :3

    BalasHapus
  8. Nah gitu. Abis ini abang mau taubat juga. Kali kali aja jadi Jenderal.

    Eh iya. Kita kayak Duo The Comment, Abang Mz Danang.... kalo kamu Mz Dartonya!

    BalasHapus
  9. cakep gan
    buat kita semua semoga selakurajin berkarya

    BalasHapus
  10. Tergoda untuk baca, karena jadi postingan terfavorit... terus jadi kegoda juga buat nyari pertaubatan Mulyono... xixixi...

    Disimpen buat entar begadang....

    tambahan : Kakak ini perasaan pens beratnya dijah yellow ya????? HAHAHA...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha. Nggak lah. Masa Dijah Yellow. Haji Lulung dong. :D

      Hapus

Posting Komentar