Main Nintendo adalah cara terbaik untuk menunggu waktu berbuka puasa di masa SD. Nggak cuma Nintendo rumahan, Nintendo jenis gameboy pun saya suka mainkan. Nah, kalau Gameboy ini saya harus rental ke mamang-mamang yang mangkal di Madrasah.
Sewaktu sekolah sore atau sekolah agama, sebelum masuk kelas, saya menghabiskan uang saku untuk bermain game Mario di Gameboy. Yang kalau waktunya habis, talinya ditarik sama mamangnya.
Di zaman Gus Dur, sekolah diliburkan sebulan selama Ramadan. Nah, itulah waktu yang tepat untuk menamatkan Super Mario di Nintendo. Saya ingat betul saya jadi orang pertama di rumah yang berhasil menamatkan game Mario. Di saat teman-teman saya yang lain sudah menamatkan Iqro 4.
Setelah menamatkan game Mario, saya bisa memainkannya lagi dari level awal. Namun, tingkat kesulitannya lebih tinggi. Musuh dan rintangannya lebih susah. Namun, karena saya sudah menemukan jalan pintas untuk tamat dalam waktu cepat, saya bisa menamatkannya lagi dan lagi.
Lalu saya beralih ke game berikutnya, yaitu Contra. Contra adalah sebuah game aksi lari dan tembak dari Konami. Awalnya, game ini dirilis sebagai game arkade yang mainnya harus masukin koin. Yang kalau waktunya habis, koinnya ditarik lagi pakai tali sama Tuan Krab.
Saya pernah mengajak teman SD saya untuk main ke rumah. Sebut saja namanya Harry. Di sekolah, saya, Harry, dan satu teman lagi yang namanya Heri, duduk sebangku. Kebetulan absen kami berdekatan dan kami putuskan membentuk geng bernama H3.
Harry tinggal di kampung sebelah. Di hari libur, saya mengajaknya untuk main Nintendo di rumah. Game yang kami mainkan adalah Contra. Contra dapat dimainkan dengan dua karakter bersamaan.
Saya sudah menamatkan game Contra sebelumnya. Ketika bersama Harry, saya merasa kesulitan. Mungkin ini kali pertamanya main game Contra, jadi perlu waktu untuk menyesuaikan diri. Karakter Harry berkali-kali mati. Sampai akhirnya game over. Petualangan kami selesai dan harus memulainya dari awal.
Dari situlah saya mengeluarkan kata-kata terlarang yang saya sesali seumur hidup. “Tuh kan, kamu sih, jadi game over,” ucap saya kepada Harry dengan nada bercanda.
Tak banyak respons dari Harry. Dia hanya meletakkan stik, lalu berjalan ke luar rumah tanpa permisi. Harry kecil sedang menyelamatkan harga dirinya.
Ketika Harry berjalan pulang, saya meneriakkan namanya untuk memanggilnya kembali, “Harry!”
Namun, dia tak berpaling. Berbeda dengan Cinta yang balik badan dan minta dikejar Rangga.
Haris kecil mematung melihat punggung kecil Harry yang menjauh.
Saya kembali melanjutkan main Contra sendiri. Hari itu, saya menamatkan gamenya sekali lagi, tetapi saya merasa hampa. Saya baru saja ditinggalkan oleh teman baik gara-gara saya menyalahkannya untuk hal sepele: bermain game yang seharusnya bersenang-senang.
Di sekolah, Harry mendiamkan saya. Saya pun jadi sungkan menyapanya setelah sadar telah menyakiti hatinya. Setelahnya, saya hanya bergaul dengan Heri. H3 tinggal H2. Ditambah saya dan Harry berpisah karena melanjutkan pendidikan di SMP berbeda.
Dari cerita ini, saya belajar untuk menghargai teman mabar. Sejak kejadian hari itu, saya nggak pernah berani untuk menyalahkan (blaming) teman lagi pas main game. Sampai akhirnya, saya dan kolega bermain Mobile Legends.
Komentar
Posting Komentar