Hari terakhir di Malaysia, saya dan istri memutuskan menghabiskan sisa ringgit untuk membeli oleh-oleh cokelat di bandara. Kami terlalu percaya diri, tidak berpikir panjang bahwa ringgit itu masih akan dibutuhkan. Ternyata, keputusan tersebut keliru karena kami terpaksa extend satu hari. Hidup memang penuh kejutan, dan ternyata, kejutan pertama dimulai dari sini.
Ketika saya dan keluarga bersiap terbang dari Johor Bahru ke Jakarta dengan pesawat TransNusa, ada satu hal yang tidak kami antisipasi: delay. Penerbangan seharusnya berangkat pukul 4 sore, tapi kenyataannya, kami malah duduk manis di ruang tunggu tanpa kepastian.
Sampai akhirnya, seorang petugas wanita dengan bendera Malaysia di rompinya—sebut saja Makcik—muncul untuk memberikan pengumuman. Dengan semangat tiga bahasa, Melayu, Inggris, dan Mandarin, dia berkata, "Ada masalah teknis dan cuaca, kondisi pesawatnya tak ada radar untuk deteksi jalur langit."
Setelah penjelasan yang tidak begitu menenangkan itu, Makcik melanjutkan, "Penerbangan dibatalkan malam ini. Kita jadwalkan ulang terbang pukul 6 pagi besok dengan pesawat yang sama."
Para penumpang pun langsung beraksi. Masing-masing mulai mengeluarkan jurus bahasa Inggris terbaik mereka untuk berdebat. Ada yang bilang, "Saya pertama kali naik TransNusa, dan ini terakhir kalinya!" Sementara yang lain, dengan ekspresi campuran antara marah dan bingung, berkata, "Tapi kami sudah pesan tiket lanjutan di Jakarta!"
Makcik hanya mengangguk dengan sabar dan menjawab, "Understandable." Sebuah respons universal yang bisa dipakai di segala situasi, ternyata.
Dia kemudian menawarkan dua opsi: batal dan refund (tapi akan memakan waktu) atau ikut penerbangan besok dengan hotel gratis. Dan tentu saja, TransNusa memberi kami kompensasi berupa... burger. Yah, setidaknya ada makanan. Kudapan delay itu lumayan mengganjal perut karena kami masih harus menunggu bus ke hotel. Petugas bilang bus akan datang dalam satu jam, tapi tiga jam kemudian, baru busnya nongol. Entah busnya kena macet di dunia paralel atau baru di-summon dari isekai.
Sampai di hotel V8, saya dan istri memutuskan untuk tidak tidur. Bukan karena suasana hotel yang seru, tapi karena takut kebablasan dan ketinggalan penerbangan subuh. Kami tidak bisa mengamalkan slogan hotelnya "Enjoy your stay". Saya menghabiskan malam dengan menonton konten video Hogwarts Legacy di YouTube dari TV hotel. Pukul 4 pagi, perasaan anxiety menyergap, dan akhirnya kami sepakat untuk pesan Grab sendiri daripada menunggu bus yang mungkin punya hobi terlambat.
Ketika sampai di bandara, siapa yang kami temui? Yup, Makcik! Ternyata dia sudah stand by dari pagi buta, siap membantu kami check-in bagasi. "Wow, beliau gak tidur juga, kah?" pikir saya. Dimana rekan-rekan kerjanya? Kenapa beliau sendirian? Ini petugas atau superhero?
Hingga akhirnya, pukul 6 pagi tepat, kami lepas landas sesuai jadwal. Makcik ini bahkan sampai ikut masuk ke kabin pesawat, memastikan semua penumpang sudah duduk manis. Benar-benar solo warrior! Saya sampai respect. Beliau melewati satu malam tanpa tidur, menghadapi ratusan penumpang yang kesal, dan tetap sabar. Kalau saya sih mungkin besoknya udah langsung kirim surat resign.
Dari pengalaman ini, saya belajar: seorang pekerja bisa mendapatkan keluhan untuk sesuatu yang bukan kesalahannya, tapi bisa tetap sabar dan menghadapinya, walaupun harus seorang diri.
Waduh udah lama banget ngga baca tulisan hari hari haris wkwkwk Makcik kayaknya kembar ris. Jadi ada shift shiftnya
BalasHapusWkwkw kayaknya dia emang ambil lembur sih, lumayan rate sehari bisa makan ayce.
Hapus