Kalau buku saya diibaratkan anak, beginilah wujud mereka. Si sulung yang polos dan apa-adanya. Lucu sekaligus bikin kasihan, tapi pantang menyerah.
Bukber (buka bersama) alumni bisa jadi traumatis. Apalagi kalau ketemu dengan teman sekolah yang nggak respect ke kita dari dulu. Udah terbebas dari lingkaran dan lingkungan toxic, masa mau coba-coba masuk lagi? Tapi yang bikin saya mau nggak mau ikut bukber alumni adalah Radin, yang tanpa sepersetujuan saya, membayarkan iuran bukber atas nama saya. “Udah gue bayarin. Nanti gantinya pas bukber aja,” ketik Radin di chat WA. Saya membacanya dan menghela nafas. Nggak cukup di situ, Radin juga menjemput saya di rumah pas hari H. Di mobilnya sudah ada teman-teman lain, Andin dan Bang Dul. Di lokasi bukber, saya kembali bertemu Lajjad. Seperti biasa, Lajjad pamer. Kali ini yang dipamerkan adalah motor sports hasil kerjanya selama ini. “Oh ya, kemarin tetangga saya ada yang kehilangan motor Ninja,” celetuk Radin mencairkan suasana. Tapi yang cair malah es batu karena kelamaan nggak diminum. Selama bukber, saya berkali-kali lihat jam tangan. Kapan ini akan berakhir? Nah, ketika bukb...